Kamis, 13 Juli 2017

Perampokan Birahi

Suatu malam seorang perampok menyusup masuk ke dalam sebuah rumah. Dengan mengendap-endap ia melewati ruang tamu dan memasuki sebuah kamar tidur. Saat ia sedang memeriksa keadaan ruangannya badannya menyenggol botol parfum di atas meja rias

"Pryang!"
Suara kaca pecah membangunkan suami istri yang sedang terlelap di kamar itu.

"Siapa kamu!" sergah sang suami.

Merasa situasi yang tidak menguntungkan sang perampok segera melompat dan dengan cepat menodongkan sebilah parangnya ke leher laki-laki paruh baya yang badannya kekar itu.

"Diam! Jangan macam-macam kalian."

Kaget bercampur takut melihat benda tajam menempel di leher suaminya sang istri menjerit, "AAAAAAA!!!!"

"Hei! tahu kata diam gak! atau mau nyawa suamimu melayang, HAH!" sergah si perampok.

"Ii..iya...saya tidak akan tte..teriak...asal kami jangan diapa-apakan... u..uang ada di lemari... ambil...ambil sa..ja semuanya..."

Suara berisik ternyata membangunkan anak gadis sepasang suami istri itu.
"Ayah..ibu ada apa sih ribut-ribut tengah malam...?" anak itu berdiri di depan pintu kamar kedua sambil mengucek-ngucek matanya. Ia masih setengah sadar

Saat matanya melihat sosok hitam-hitam dengan parang mengarah di leher ayahnya ia menjerit.
"KYaaaaaa!!!"

"HE! jangan teriak! atau bapakmu MATI! mau bapakmu MATI?!" ancam si perampok.

Sang istri bergidik takut, mendengar ancaman si perampok.
"JJ..jangan pak...jangan...ampun....anak saya gak akan teriak," sang istri memohon.

Ibu itu bangkit perlahan hendak menenangkan anaknya.

"Hei mau kemana kamu!"

"Sabar pak..sabar...saya mau tenanganin anak saya...supaya gak teriak..."

Ibu itu bergerak pelan-pelan agar sang penjahat tidak melakukan perbuatan yang gegabah.

Lalu dipeluk anaknya sambil berkata, "Meri, sudah jangan takut...tenang ya...jangan teriak...tenang..."

Diusapnya air mata Meri yang mengalir di pipinya.

"Ada apa sih nih ribut-ribut?"

Seorang pemuda, kakak Meri sekonyong-konyong muncul di depan pintu. Ia langsung berdiri terdiam menyadari situasi di depannya.

"Beno...kita kemasukan perampok...," ucap sang ibu.
"DIAM! SIAPA YANG PERAMPOK, GW BUKAN PERAMPOK! "Semua masuk! masuk ke kamar ini dan kunci pintunya!" perintahnya pria berpakaian serba hitam dan masker hitam itu dengan suara parau.

Dengan gugup ketiganya menuruti perintah perampok itu.

"Kalian memang sial, pakai acara bangun segala, kalau gak kalian pasti selamat! Sekarang kalian mesti gw apain nih"

"Ambil saja uang kami, pak....jangan ganggu keluarga saya," pinta sang suami.

"Ganggu?..hm...lo ngomong gitu...gw jadi kepikiran nih buat ganggu...hehe...boleh juga ide lo...hahaha..."

Mata si perampok memandangi sang ibu dan anak gadisnya. Lalu menggeleng dan berdecak melihat paras dan kulit keduanya.

"Kamu kemari!"

Ibu Meri segera memeluk putrinya.
"Jangan pak...jangan diapa-apain anak saya...," rengeknya.
"Kemari gak...atau nyawa bapaknya melayang!"

Dalam keterpaksaan dan ketakutan Meri berjalan mendekati si perampok sampai ia berdiri tepat di depannya.

"Nah begitu...nurut..."

Si perampok memandangi Meri yang mengenakan daster lengan buntung.

"Berapa umur kamu?"
"ti..tiga belas...tahun..."
"OO...tiga belas tahun ya...," ucapnya memperhatikan CD Meri yang menerawang di dasternya yang agak tipis.
"Dah punya pacar...," tanya si perampok sambil menggapai ujung daster Meri dengan parangnya dan perlahan mengangkatnya ke atas.
"....."
"Hei, jawab donk..kalau ditanya..."
"Be..be..belum...."
Sambil ditanya, Rok Meri makin terangkat dan kedua pahanya mulai terlihat.
"Apa warna kesukaan kamu...?"
"Mm..merah..."
"Oh...warna yang bagus...," ujar si perampok.Lalu Ia menyelipkan parangnya di antara kedua paha Meri dan menggese-gesekan punggungnya ke kemaluan Meri yang masih terbalut CD putih.

Kedua tangan Meri merengut kain dasternya, merasakan suatu sensasi di bawah perutnya.

Melihat putrinya mengalami pelecehan seksual, ibunya ketakutan.
"PAk...tolong pak jangan...jangan. diapa-apain...dia...saya saja pak...saya saja," pintanya sambil menangis.

"Anakmu cantik juga ya....hehe..he..."

Dengan ujung parang, si perampok sedikit menarik turun CD Meri dan mengintip isinya. "Wuih...ck..ck..." sang perampok berdecak kagum melihat kemaluan yang ranum dan kecil itu.

Sang perampok menengok ke arah sang ibu.
"Kamu kesini..."
Sang ibu segera berjalan ke arah sang perampok, agar Meri tidak diapa-apain lagi.

Begitu sudah berjarak selangkah, sang perampok menarik sambil memutar tubuhnya, sehingga ia memeluk ibu Meri dari belakang dan ia menodongkan parangnya ke leher ibu Meri.

"O...jadi kamu mau berbuat apa untukku."

Panik, sedih, ketakutan, marah, jijik perasaan ibu Meri bercampur aduk saat ia mendengar pertanyaan itu. Akan tetapi demi keselamtan buah hatinya ia menjawab, "Apa aja yang bapak mau....saya akan lakukan..."

"Bagus...bagus...mmm, Meri coba kamu duduk di samping ayahmu dulu gih."

Meri menuruti perintah sang perampok.

"Hei kamu!" Tunjuk sang perampok kepada Beno yang beridir mematung.
"Ii..iya..."
"Kemari...duduk di pinggir tempat tidur, disitu...dekat bapak dan adikmu" tunjuk sang perampok.

Beno melakukan apa yang diinginkan si perampok.

"Sekarang...buka celana kamu..."
"Mm..maksudnya...."
"Jangan pura-pura bego...lakukan saja!"

Ibu Meri kembali memohon, "Jangan pak...kan saya sudah bersedia melakukan apa pun untuk bapak.."

"Diam!"

Beno melorotkan celana pendek dan celana dalamnya dengan mudah. Lalu ia menutupi burungnya.

"Nah sekarang lo buka celana dalam ibu lo."

Beno menelan ludah saat ia disuruh begitu. Sementara ibunya merasa malu bukan main.

"Ayo buka...kalau gak...."
"Ii.iya..pak..."

Beno mengankat daster ibunya hingga seperut. Jantungnye berdegup kencang melihat paha ibunya dan daerah kewantaannya yang terbalut CD.
Perlahan batangnya mulai menegang.
Lalu ia meraih tepian CDnya dan menariknya ke bawah hingga melewati mata kakinya. Seseduah itu ia berdiri berhadap-hadapan dengan ibunya.

"Nah sekarang, lo pegang batang anak lo dan kocok. Kamu...siapa nama lo?"
"Beno, pak."
"Beno, kamu pegang kemaluan ibu kamu dan mainkan..."

Ibu Beno tak kuasa melawan kemauan si perampok, sebagimana sisi parang yang tajam ada tepat di kulit lehernya. Ia pun meraih kejantanan anaknya dengan perasaan berasalah dan mulai mengocoknya. Sementara Beno mengankat daster ibunya dan menyelipkan jemarinya di antara bibir vagina ibunya.

"Ahhh...ah..owh..." lenguh-lenguhan kecil mulai terdengar dari ibu dan anak ini.

Meri meringkuk bersembunyi di balik badan ayahnya sambil mengintip pemandangan yang pernah sekali ia lihat di video di rumah temannya.

"Kamu!" tunjuk si perampok ke ayah Meri.
"Ii..ya"
"Cium anakmu!"

Ayah Meri diam sejenak mendengar perintah si perampok. Sementara walu Meri tidak kepikiran apa-apa yang aneh-aneh, tapi ia merasa bahwa pasti ada sesuatu yang tidak baik di balik perintah itu.

Sang Ayah meraih tubuh Meri lalu mencium kepalanya.

"He! jangan macam-macam ya, jagnan pura-pura bego.. cium di bibir yang mesra."

"Jangan pak..jangan lakukan ni...," pinta ibu Meri, tapi tidak digubris.

Sang ayah pun mulai mencium bibir merah mungil putrinya. Dipagut bibir bawah dan atasnya secara bergantian.

Meri merasa tegang dan canggung melakukan hal ini. Tapi ia diam saja pasrah.

"Suruh anak lo kocok titit lo, ayo."

Sang ayah mengeluaran batangnya dari celananya, dan ia meraih tangan Meri untuk menggenggamnya.
Meri berhenti berciuman dan melotot melihat batang ayahnya yang besar meskipun belum tegang full.

"Dikocok sayang"
"GImana ayah? Meri gak ngerti."

Ayah Meri pun membiming tangan Meri yang kecil bergerak naik dan turun. "Shh...ahhh..." gairah syahwatnya perlahan bangkit.

Sementara itu Beno dan ibunya sudah dilanda birahi. Lubang kemaluan sang ibu sudah becek sekali dimainin tangan anaknya, sampai cairannya ada yang mengalir di pahanya.

"Gimana Beno, enak dikocok ibumu?"

Beno hanya diam, tapi nafasnya memburu. Ia mengangguk

"Sekarang Gw mau lihat lo Setubuhi ibu lo!"

Kakak Meri hanya terdiam mendengar perintah si perampok. Ibu Meri sadar, bahwa tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk melawan perampok bejat ini. Ia menguatkan hatinya untuk melakukan persetubuhan dengan putranya.

"Gak apa-apa Beno, ibu gak akan salahin kamu...sayang"

"Bagus!" si perampok melepaskan ibu Meri.

Beno dan ibunya berhenti memasturbasi satu sama lain. Sang ibu melepaskan dasternya.
Adrenalin terpompa ke darah Beno saat daster itu jatuh ke lantai dan ia melihat tubuh dan payudara orang yang melahirkannya ini.

Sang ibu berpkir untuk menyelesaikannya secepat mungkin, dan semoga perampok itu akan pergi. Ia menarik Beno mengitari ranjang, lalu ia memeluknya sambil membisikkan rencananya ke tellinga Beno.

"Apakah kamu mengerti Beno?"
Beno mengangguk.

Sang Ibu menarik anaknya ke atas ranjang. Lalu dibuka kedua kakinya lebar-lebar. Ia sudah pasrah melakukan hubungan terlarang ini. Cuma sesuatu terjadi di luar dugaannya. Beno bukannya memasukkan batangnya ke lubang senggamanya, malah mengangkangi wajahnya. dan menyorongkan penisnya masuk ke dalam mulutnya.

"Ayo bu, hisap, kulum penis Beno..."
"Beno...kenapa gak yang di bawah saja....?"

"HEI! Ayo sepong titit anakmu!" bentak si perampok.
Diperintah oleh si perampok, Ibu Meri terpaksa menurutinya.

Dengan gerakan perlahan, penis Beno keluar masuk ke dalam mulut ibunya yang terasa hangat dan lembut.
"Shhhaaa aahh yes..."
Nafas Beno memburu merasakan kenikmatan di oral oleh ibunya sendiri.

"Kalian berdua!" tunjuk si perampok kepada Meri dan ayahnya.
"Suruh putri lo hisap penis lo seperti istri lo"

Meri melihat apa yang kakak dan ibunya lakukan di tempat tidur, wajahnya memerah.

"Ayah, Meri gak tahu caranya...."
"Gak apa-apa nanti ayah bimbing yah...."
Ayah Meri merebahkan putrinya di atas tempat tidur, kepalnya disandarkan ke atas bantal. Sesudah itu ia merngarahkan batangnya yang besar ke mulut Meri yang kecil.

"Masukin, sayang, batang ayah ke dalam mulut kamu...nanti ayah yang gerak-gerakin."
Meri menurut, meski ia harus benar-benar membuka mulutnya agar batang itu bisa masuk.

"Shhh ahhhh," lenguh sang ayah

Tangan ayah Meri meraba kemaluan Meri menusuk-nusuknya dengan jarinya.
"MMmmhh..." Meri melenguh tapi suaranya tersumpal benda panjang nan lebar milik ayahnya.

Sementara Beno berpindah dari mulut ke dada ibunya.
"Jepit bu, yang kuat..."
Beno memajumundurkan pinggulnya.
Dada ibu Meri mulai basah dengan sperma Beno yang perlahan-lahan mulai keluar.
Ibu Meri bisa melihat betapa Beno sangat menikmati persetubuhan ini.

Tiba-tiba Beno berdiri dan menarik ibunya berdiri dan memposisikan menungging, kepalanya ada tepat di depan selangkangan Meri. Ibu beno melotot dengan apa yang dilakukan Beno.

"Bagus...! ayo jilat vagina putrimu...!"
Di tengah kebingungan sang ibu mulai menjulurkan lidanya dan menyapu kemalauan putrinya yang sudah basah sebelumnya karena tangan ayahnya.
Sementara dari belakang putranya memompa tubuhnya.

Meri benar-benar di dera rasa nikmat di selangkangannya, seautu yang bbelum pernah ia rasakan seumur hidup.
2 menit dijilati memeknya oleh ibunya, Meri mencapai klimaks. Dinding vaginanya berkedut-kedut dan banjir dengan cairan kewanitaan.

Ayah Meri melihat putrinya klimaks, merubah posisinya ia duduk di ranjang dan bersender ke tembok. Ia angkat tubuh Meri sepeti mengangkat bulu dan mengarahkan batangnya ke kemaluan Meri.

Sang ibu tampak terkejut melihat apa yang dilakukan suaminya.

"Pa! Mau ngapain!? Pa! Pa.!"

Suaminya tidak menjawab. Batangnya yang besar itu pun melesak masuk ke lubang vagina Meri yang kecil dan ranum. Meskipun sudah basah, batang itu masih kesulitan untuk masuk ke dalam.
Meri tampak sudah lemas. Raut wajah Meri menunjukkan ia merasa keaskitan, tapi ia pasrah dengan apa yang sedang terjadi dengan dirinya.

Sang ayah menyetubuhi putrinya yang masih 13 tahun itu, dihadapan istrinya.

"Owh nikmatnya vaginamu, sayang..."

Si Perampok pun tak mau ketinggalan, ia buka celananya dan dan naik ke atas tempat tidur.

"Ayo isap gw" kata si perampok itu ke ibu meri.
Dengan kasar penisnya disodokkan ke mulut wanita itu.
"Owh...enaknya...tahu gini....gw setubuhi lo dari dulu Wati...shh ahh..."

Sontak ibu itu terkejut, medengar si perampok itu tahu namanya.

Si perampok itu pun membuka maske hitamnya.

Betapa terkejutnya sang ibu melihat siapa yang sedang memaksanya untuk mengoral. Air mata mengalir deras membasahi pipinya. Ternyata perampok itu adalah ayahnya sendiri.

Setelah kejadian itu barulah terungkap, bahwa ayahnya, suaminya, dan putranya memang sudah berencana untuk menyetubuhi dirinya dan putrinya.

Previous Post
Next Post