Kamis, 16 Juli 2015

Air Susu Di balas Dengan Air Mani

Aku terbaring lemas diranjang tidur ini. Pikiranku melayang-layang. Disampingku terdengar suara dengkur ibuku yang sedang tertidur. Tertidur pulas dengan daster putih tipis yang terbuka bagian atasnya. Menampakan buah dadanya yang berlapis air liur. Buah dada yang baru saja habis aku cumbui.

************
Namaku Basun. Umurku 23 tahun. Tubuhku gemuk dan agak pendek. Aku tinggal disebuah desa kecil yang jauh dari perkotaan. Sehari-hari aku bekerja diladang keluargaku atau kerja serabutan lainnya. Aku tinggal hanya bersama ibuku disebuah rumah kecil didekat ladang kami. Bapakku pergi merantau ke luar pulau dan sampai kini tak jelas kabarnya. Sedang kakak lelakiku tinggal dikota bersama istrinya dan adik perempuanku yang menumpang disana agar bisa melanjutkan kuliah.


Ibuku sudah berumur 42 tahun. Tubuhnya agak kurus dan berkulit kuning langsat. Perutnya agak sedikit membuncit dengan payudara yang sudah agak kendor. Ibuku biasanya juga berkerja diladang atau kadang menjual hasil ladang kami kepasar.

Sejak dulu hubungin aku dan ibuku mungkin agak berbeda dengan yang anak ibu yang lainnya. Jika anak lainnya sudah berhenti menyusu dengan ibunya saat berumur 1 atau 2 tahun, aku hingga saat ini masih saja menyusu dari ibuku. Saat aku masih kecil dan ada ayah dulu, sebenarnya beliau sudah melarangnya, tapi aku jadi sering menangis hingga demam. Akhirnya ibu meneruskan untuk menyusuiku. Kakak dan adikku juga sering meledekiku "bayi raksasa" karena masih saja menyusu dari ibu. Tapi kini hanya kami berdua dirumah. AKu tidak perlu khawatir lagi dengan ledekan mereka. Ibuku juga tidak keberatan menyusuiku.

Dalam sehari, aku bisa beberapa kali menyusu pada ibuku. Aku yang sekarang tidur seranjang dengan ibuku karena kasur lamaku sudah rusak biasanya minta menyusu pada ibu saat bangun tidur. Aku suka bau ibu saat baru bangun, agak masam tapi entah kenapa aku jadi sanga menyukainya. Setelah puas biasanya kami lanjut untuk siap-siap ke ladang.
Jika ibu ikut pergi ke ladang, aku juga suka minta menyusu saat makan siang. Ladang kami agak jauh dari pemukiman sehingga tidak perlu khawatir ada yang melihat. Kadang aku sudah merasa kenyang hanya dengan menyedot susu dari payudara ibuku tanpa makan nasi atau yang lainnya. Tubuh ibu yang berkeringat membuat nafsuku menyusu sangat besar, bisa sampai 30 menit aku menyusu.

Saat malam sebelum tidur, aku kembali menyusu. Ibuku selalu menurunkan dasternya sedada dan membiarkan aku menghisap payudaranya sampai aku tertidur pulas. Seringkali aku tertidur dengan pentil ibu yang masih ada dimulutku. Jika malam-malam terbangun, aku juga akan selalu menyusu pada ibuku untuk menghilangkan haus.

Entah kenapa, payudara ibu selalu mengeluarkan susu. Mungkin karena setiap hari tak pernah berhenti aku hisap. Ibu pernah beberapa kali minta aku untuk berhenti. Malu katanya masak aku sudah besar segini masih disusui. Ibu juga bilang payudaranya jadi kendor karena jarang pakai BH. Aku memang tidak suka ibu memakai BH, karena jadi susu jika ingin netek.. Tapi ibu selalu tak sampai hati jika melihat aku ngambek, jadi beliau akhirnya selalu membolehkannya.
Akupun rasanya tidak pernah puas menyusu dari ibuku. Tetek ibuku tidak besar, mungkin hanya 32B dan sudah kendor pula. Putingnya agak panjang (mungkin karena selalu aku sedot) dan warnanya coklat kehitaman. Rasa air susu ibuku agak tawar-tawar manis. Pernah beberapa kali terasa agak sepat. Tapi aku selalu menyukainya. Mungkin karena masih menyusu pada ibu, walau kami tergolong keluarga miskin, tubuhku bisa gemuk dan perutku buncit. Sayangnya tidak bertambah tinggi, hehehe.

*******************************************

"Ah..", jerit ibuku.
"Kenapa mak?"
"Pelan-pelan dong sun neteknya, jangan digigit pentil emak. Sakit."
"Hehehe.. Iya mak. Abis Basun lagi haus banget"
"Tadi sore kan udah netek, masa masih haus sun."

Aku sedang diranjang dan menetek pada ibuku. Sudah jam 10 malam. Dan karena rumah kami memang tidak ada listrik, hanya ada penerangan dari lampu petromaks dikamar ini. Ibuku mengenakan daster batik tanpa lengan dan bagian atasnya sudah kupelorotkan kebawah. Ibuku tidur menyamping menghadap kearahku, membiarkan buah dadanya yang kanan kiri bergantin aku hisapi. Aku tidur hanya pakai celana kolor saja, karena memang kamar ini agak sumpek dan pengap.Sambil menghisap tetek ibu yang sebelah kiri, aku iseng meremas-remas tetek ibu yang sebelah kanan sambil memainkan putingnya dengan jariku.

"Sun, tetek emak jangan digituin ah. Emak ngilu."
"Hmmm..Hmm" Aku tidak menjawab karena mulutku masih sibuk melumat pentil susu ibu. Tapi aku tak menghentikan remasan tanganku.

Terdengar dengkur suara ibu, sepertinya dia sudah tertidur. Akupun juga sudah kenyang menyusu. Kejauhkan mulutku dari buah dada ibu. Putingnya terlihat basah berlumuran air liurku. Mataku sebenarnya sudah mengantuk,tapi aku tidak bisa tidur. Akhir-akhir ini entah rasanya batang zakarku selalu mengeras jika sedang netek pada ibu. Sebenarnya dari aku kecil dlu, ini pernah terjadi. Tapi saat ini rasanya sudah berbeda. Akhirnya aku pergi kekamar mandi dibelakang, aku mau onani saja biar nafsuku ini hilang.

Saat mencari sabun dikamar mandi untuk pelicin saat onani nanti, aku tanpa sengaja menemukan celana dalam ibu ditumpukan baju yang belum dicuci. Saat kupegang, ada bagian yang agak lembab, lalu iseng saja aku cium baunya. Dan ternyata, ah... Baunya sangat aneh, agak masam dan apek, tapi aku malah jadi sangat bernafsu ingin onani. Karena sabunnya tidak ketemu, akhirnya aku beronani dengan membasahiku penisku dengan air liurku. Aku duduk dilantai kamar mandi, mengocok penisku dengan tangan kananku sambil menghirup aroma celana dalam ibuku yang kepegangi kewajahku.
Rasanya begitu nikmat, apa mungkin ini yang namanya bau wanita. Rasanya ingin cepat-cepat kukeluarkan maniku. Kepercepat kocokan dipenisku. Mataku terpejam menahan kenikmatan.

"Sun...Sun.."
Hah? Kudengar suara ibu memanggilku. Kubuka mataku dan benar saja ibu sedang berdiri didepanku.
Sialnya aku sudah hampir orgasme dan tak tertahankan. Penisku berkedut-kedut dan memuncratkan air mani yang begitu putih dan kental dihadapan ibu. Aku hanya bisa menatap kosong melihat cairan pejuku jatuh didekat kaki ibu, ada juga yang mengenai kakinya. Rasanya begitu malu dan menyesel. Terlihat sedang telanjang bulat sambil onani dihadapan ibu sendiri. Sial benar, memang kamar mandi kami tidak ada tutupnya hanya, hanya ada triplek yang menutupi pintu masuk.

"Udahan kan? Balik kekamar sana. Emak mau pipis."

Lalu aku berdiri dan mengambil celana kolorku tapi tak langsung kupakai lalu menuju keluar kamar mandi.

"Sun.. dibilas dulu itu peju kamu. Nanti lengket dicelana."

Duh aku sangat malu. Akhirnya aku berbalik kembali ke kamar mandi dan mengambil segayung air lalu membilas penisku. Setelah itu aku kembali kekamar...

Sudah semingguan ini tiap malam batang zakarku selalu diurut minyak bulus oleh ibuku. Kami selalu melakukannya diatas kasur saat malam hari menjelang tidur. Sambil aku menyusu pada ibuku, tangan ibuku dengan telaten menguruti penisku sampai aku orgasme. Dalam semalam, aku bisa sampai 1-2 kali keluar saat diurut ibuku. Kadang air maniku keluar ditangan ibu atau terkadang sengaja aku tempelkan penisku pada paha ibuku agar keluar disana. Karena itu rasanya ranjang tidur kami berbau seperti bayclin karena air maniku yang sering berceceran dikasur.

Oya sepertinya minyak bulus ini cukup berkhasiat, rasanya beberapa hari ini penisku sudah sedikit bertambah panjang, sekitar 2 cm. Dan terasa bertambah keras saat ereksi. Dan juga bulu-bulu kemaluanku menjadi semakin lebat hingga mulai naik kearah perut. Mungkin selain khasiat dari minyak bulus, ini juga hasil dari pijatan tangan ibuku yang penuh kasih sayang.

Malam ini seperti biasa aku dan ibuku sudah berbaring diranjang. Ibu belum mengganti seprai kasur ini beberapa hari, sehingga bau sprema ku sangat tercium jelas. Hal ini membuat nafsuku langsung naik dan ingin segera minta diuruti lagi oleh ibuku. Aku sudah telanjang dan emak hanya memakai daster pendek yang bagian dadanya sudah aku turunkan agar bisa menyusu.

“Mak, urutin burung basunnya sambil basun netek ya.” Ucapku sambil memberikan minyak bulus ke ibuku.
“Ya udah sini emak urutin.”

Aku langsung melahap payudara ibuku dan dia mulai mengusap-usap penisku dengan minyak bulus. Mungkin karena hari ini kau terlalu lelah bekerja diladang, baru sebentar saja, hampir aku ejakulasi. Langsung ku jauhkan pinggulku dari ibuku hingga tangannya lepas dari penisku.

“Kenapa sun?” Ibuku sepertinya agak kaget.
“Enggak ma. Gak tahu nih, baru bentar udah mau keluar tadi.” Jawabku malu.
“Kamu kecapean kali sun. Ya udah netek dulu aja sini. Ntar klo udah segeran, emak urutin lagi.”

Aku langsung mendekati lagi ibuku dan mulai menyusu. Lama-kelamaan ternyata penisku keras lagi. Dengan perlahan kumajukan pinggulku hingga ujung penisku mengenai paha ibuku yang dilapisi daster. Dengan perlahan kugesek-gesek penisku pada paha ibuku, kucoba menggeser bagian daster yang menutupi pahanya, hingga kini kepala penisku bisa langsung bergesekan dengan paha ibuku.

“Udah mau diurut lagi sun?” tanya ibuku.
“Gini aja dulu mak.” Jawabku sambi masih asik menggesek-gesek penisku.
Ibuku hanya diam saja .

“Mak, dasternya lepas aja ya. Takut entar kena peju basun. Kesian emak nyuci mulu.”
“Ih enggak ah sun. Masak emak telanjang didepan kamu.”
Aku langsung menghentikan gesekan penisku. Dan mengambil posisi duduk.
“Kenapa? Emak malu? Basun tiap malem telanjang gak apa-apa. Emak sendiri yang bilang gak usah malu.” Ucapku agak marah.
“Tapi sun...”

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, aku langsung membuang muka dari ibuku.

“Ya udah kalo basun mau emak buka daster.” Ucap ibuku tiba-tiba

Kulirik sedikit ibuku. Perlahan dia melepaskan dasternya melalui bagian atas lehernya. Sekarang ibuku hanya mengenakan celana dalam saja. Kupandangi seluruh tubuhnya. Walaupun sebenernya aku sudah sering melihat ibuku telanjang saat aku mengintipnya mandi, tapi ini rasanya berbeda. Ibuku hanya mengenakan celana dalam tepat didepan mataku. Kulihat perut ibuku, sudah agak buncit dan bergelambir. Lalu kuturunkan pandanganku. Ibuku memakai celana dalam berwarna krem. Mungkin karen suda terlalu lama dipakai dan sering dicuci, celana dalam itu jadi terlihat tipis. Aku bisa melihat samar-sama bulu kemaluan emak yang menutupi vaginanya. Ya, bulu kemaluan ibuku ternyata sangat lebat dan hitam. Mungkin ibuku tidak pernah mencukurnya. Bahkan dari bagian samping samping pangkal pahanya, ada bulu-bulu yang menyempil keluar dari celana dalamnya.

Kubaringkan tubuhku perlahan lalu ku jamahi lagi payudara ibuku sambil mulai menggesek-gesekan kembail penisku dipahanya. Tangan kananku kupelukan ke perut ibuku. Sambil menghisap payudara ibuku kuat-kuat, kunaik turunkan badanku. Paha ibuku sudah mulai agak licin karena pre-cum yang keluar dari penisku. Kugesek-gesekan penisku dengan kuat. Kulihat ibuku hanya memejamkan kedua matanya. Aku rasa dia juga menikmatinya. Saat rasa-rasanya air maniku sudah mau keluar, kuhentikan gesekanku. Aku tidak mau orgasme dulu. Aku mau sesuatu yang lebih malam ini.

“Mak.. Basun boleh cium memek emak gak?” Ucapku sambil mengelus payudara ibuku.
Ibuku membuka matanya. “Ih kok kamu aneh-aneh aja sun. Gak boleh ah. Jijik”
“Tapi basun pengen cium baunya mak. Basun kangen baunya.”
“Kan tadi sore emak udah kasih kancut emak ke kamu. Ciumin itu aja gih.”
“Ah bosen mak. Bosen mau langsung cium dari sumbernya”

Ibuku terdiam sambil menatap dalam kepadaku.

“Gini aja ya sun...”. Emak kemudian kulihat memasukan tangannya kedalam celana dalamnya melalui atas. Beberapa saat dia mengesek-gesekan tangannya disana. Lalu dia keluarkan tangannya dan mengarahkannya ke wajahku.
“Cium ini aja ya sun. Emak abis masukin ke memek emak. Baunya nempel disini.”

Ibuku menonjolkan jari tengah dan telunjuknya sehingga seperti membentuk posisi tangan “peace”. Kulihat kedua jarinya itu basah. Seperti ada lendir yang melapisinya. Kudekatkan hidungku. Ahhh... baunya sangat nikmat. Baunya sama seperti celana dalamnya yang sering kucium, tapi ini baunya lebih kuat menyengat, lebih fresh. Kupegang tangan emak itu lalu kutempelan sangat deket ke hidungku. Kuhirup aromanya kuat-kuat. Dan refleks, kujilati lalu kumasukan kedua jari ibuku itu kemulutku. Kujilati semua lendir yang ada dijarinya lalu kuhisap kuat-kuat. Ibuku sempat hampir mau menarik tangannya, tapi genggaman tanganku lebih kuat sehingga dia tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah puas, kukeluarkan jari ibuku dari mulut.

“Ih basun.. Kok dijilat-jilat.. Jijik banget sun.” Ucap ibuku sambil melihat kedua jarinya yang kinin berlumuran air liurku.
“Abis enak banget ma, baunya. Lagi dong mak. Gesek di memek emaknya yang lamaan dikit biar lendirnya banyakan.”
“Ih kamu sun. Dasar anak aneh.”

Ibuku kembali memasukan jarinya ke celana dalamnya. Dia gesek-gesek agak lama lalu dia berikan lagi kepadaku. Kali ini memang sepertinya lebih banyak cairan yang menempel dijarinya. Lalu kulahap lagi seperti tadi. Lalu terpikir sesuatu olehku, aku ingin mencoba lebih jauh.

“Mak, pakai jari basun aja ya.”Ibuku hanya diam memandangiku. Lalu tiba-tiba dia memegang telunjuk tangan kananku dan mengarahkan ke celana dalamnya. Aku menurut saja sambil terdiam. Kemudian jariku dimasukkan ke celana dalamnya. Aku bisa merasakan bulu jembut ibuku yang agak kasar dan lebat itu.

“Pelan-pelan ya sun” Ucap ibuku tiba-tiba.

Lalu dia mengarahkan telunjukku mengenai sesuatu yang agak basah dan lembab. Kemudian ditekan perlahan hingga jariku serasar dijepit oleh kulit yang basah dan berlendir. Ah.. Jariku sepertinya sudah masuk ke vagina ibuku. Lalu jariku dibuat melakukan gerakan mendorong lebih kedalam vaginanya. Seluruh telunjukku sekarang sudah masuk. Rasanya begitu lembab dan berlendir. Jariku rasanya juga seperti dipijat-pijat oleh gerakan otot vaginanya yang dibuat seperti mengempot-empot.

“Udah masuk tuh sun.”
Kulihat wajah ibuku. Nafasnya terengah-engah. Matanya agak menyipit. Wajahnya berkeringat. Keelap keringat didahi ibuku dengan tanganku yang satunya lagi.

“Biarin didalem dulu ya mak.” Ucapku.
Perlahan kumaju mundurkan telunjukku didalam vaginanya. Kubengkokan telunjukku hingga seperti posisi ingin mencongkel sesuatu.

“Ehmmm... Mmmmm”. Hanya itu yang keluar dari mulut ibuku.

Tanpa menanya ibuku lagi, perlahan kuselipkan juga jari tengahku ke vaginanya. Vaginanya sudah sangat basah sehingga jariku bisa masuk dengan sangat mudah. Kumaju-mundurkan sambil kucongkel-congkel vagina ibuku. Ibuku sepertinya kenakan karena terus mengoyang-goyangkan kedua pangkal pahanya. Karena gerakannya itu, celana dalamnya sekarang sudah turun ke arah pahanya. Hingga kini aku bisa melihat vagina ibuku dengan sangat jelas.

Kuambil posisi berlutut didepan vagina ibuku. Sambil tetap menusuk-nusuknya dengan jariku, kuperhatikan vaginanya. Kusibakan bulu jembutnya yang lebat hingga kini aku bisa melihat bibir vagina ibuku. Vagina sudah agak bergelambir dan bibir vaguna juga sudah menyembul keluar. Warnya agak coklat kehitaman. Wajarlah ibuku sudah tiga kali melahirkan dan umurnya juga sudah kepala empat. Mungkin vagina ibuku juga dulu sudah sangat sering dihajar oleh bapakku.

Kulihat ibuku terus menggerak-gerakan seluruh tubuhnya seperti sedang manahan kenikmatan. Kini tangan ibuku memelintir kedua puting susunya sendiri. Kupercepat gerakan jariku divaginanya. Penisku juga sudah sangat keras. Sekalian onani aja ah pikirku. Tanganku yang satunya lagi akhirnya mengocok-ngocok sendiri penisku. Ibuku hanya pasrah saja melihatnya. Kedua tangan terus menurus mengocok, yang satu divagina ibuku dan yang satu lagi dibatang penisku.

“Sun.. Sun.. Udah sun.. Emak udah gak kuat.” Tiba tiba ibuku meracau.

Tangannya berusaha menghentikan gerakanku di vaginanya tapi tenaganya kurang kuat. Kumaju mundurkan jariku lebih cepat. Tiba-tiba jariku rasanya dijepit sangat kuat oleh vagina ibuku, lalu terasa seperti disiram cairan dari dalam vaginanya. Tubuh ibuku mengejang-ngejang dan matanya terpejam. Sepertinya ibuku sudah orgasme.

Beberapa saat kubiarkan jariku tetap disana sambil merasakan sisa sisa kedutan dari vagina ibuku. Tubuh ibuku sudah tenang dan sepertinya terkulai lemas. Kekeluarkan jariku dari vaginanya. Banyak sekali cairan yang ikut dijariku. Cairannya sangat lengket, kental dan berlendir tapi warnanya agak bening. Kuoleskan cairan ibuku itu ke penisku sambil tetap mengocok-ngocoknya. Kumasukan lagi jariku ke vagina ibu hanya untuk mengambil cairannya kembali lalu kugosokan lagi ke penisku. Ibuku hanya bisa melihatnya pasrah. Setelah beberapa kali, kini batang zakarku sudah basah oleh cairan mani ibuku sendiri. Kukocok-kocok penisku dengan kuat dengan tangan kananku. Tangannku yang kiri sambil memijat biji zakarku. Karena cairan ibuku, penisku rasanya jadi sangat licin dan enak mengocoknya.

Saat hampir orgasme, Kuremas kantong zakarku kuat-kuat lalu ketekan kepala penisku. Aaah... cairan air maniku memuncrat sangat kuat. Sangat banyak dan sangat kental. Muncratan pertama agak jauh dan mengenai payudara kanan ibuku. Selanjut memuncrat banyak diperut ibuku lalu sisanya sisanya menetes di vagina ibuku. Vagina ibuku jadi sangat berantakan. Bulu-bulu jembutnya jadi sangat basah oleh cairannya sendiri dan tetesan tetesan air maniku. Ibuku lalu mengusap-usap spermaku yang jatuh didada dan perutnya lalu meratakannya melapisi tubuhnya.
Nafasku masih terengah-engah karena orgasme tadi. Orgasme yang sangat kuat tapi batang zakarku masih lumayan tegak.

“Mak.. Basun boleh..”
“Jangan sun.. Gak boleh begituan sama emak sendiri.” Potong emakku. Kemudian dia merapatkan pangkal pahanya dan menutupi vaginanya dengan telapak tangannya.
“Udah ya sun... Jangan lebih dari ini.” Ibuku memohon.

Sebenernya nafsu sudah sangat diujung. Aku ingin sekali menyetubuhi ibuku malam ini. Aku ingin merasakan penisku dijepit dan diempot-empot oleh vagina ibuku. Tapi aku juga tidak melihat ibuku. Kulihat diujung matanya ada airmata yang jatuh. Wajahnya terlihat sedih dan lemas.

“I..Iya mak.. Maaf basun khilaf” Lalu aku begeser kesamping ibuku.
“Gak apa-apa sun. Emak juga khilaf tadi.” Jawab ibuku sambil mengenakan kembali dasternya lalu kembali berbaring disampingku.
“Mak gak marah kan mak?”
“Enggak sun.. Tapi emak mohon kamu jangan berpikiran macem-macem ya ke emak. Kita udah dosa melakukan beginian. Jangan sampe kebablasan kamu mau begituan sama emak.”
“Iya mak.. Basun gak bakal mikir gitu lagi. Tapi kalo kayak tadi lagi boleh gak mak?”
Ibuku terdiam.

“Basun mau bikin enak emak pake tangan basun. Masa basun mulu yang dibikin enak sama emak. Basun tau emak udah lama gak ketemu bapak. Emak tadi enak kan basun kocokin memeknya?”
“Ih kamu ini.. Sok tahu masih kecil”
“Basun udah umur 24 mak. Basun udah ngerti kok”
“Ya udah.. Klo basun mau gitu lagi boleh deh. Tapi pake tangan aja ya. Emak enak juga kok basun gituin tadi.
“Nah enak kan mak. Jadi emak bisa bikin puas basun, basuk juga bisa bikin puas emak.”
“Ah kamu.. Ya udah sini burung kamu mau diurutin gak?”
“Mau dong ma.. Mumpung masih ngaceng nih mak, hehehe” Jawabku cengengesan.
“Sun..sun.. dasar anak nakal.”

Akhirnya malam itu batang zakarku diurut emak lagi dan ejakulasi untuk yang kedua kalinya. Setelah itu kami berdua langsung tertidur lelap. Mungkin kecapean karena saling memuaskan dengan tangan tadi.
Kini hubunganku dengan ibuku sudah semakin jauh. Yah meski ibuku menolak untuk aku setubuhi tadi, tapi aku rasa aku bisa membawa keintiman tubuku kami ketahap yang lebih tinggi. Tubuh ibu dan anaknya sendiri yang kini setiap malam tidur seranjang telanjang dan saling memuaskan kemaluan masing-masing dengan tangan.

Naluriku masih buas.
Nafsuku belum tuntas hanya dengan ini...
Aku ingin lebih dari ini mak...

Rutinitasku dengan ibuku terus berlanjut. Kini tiap malam kami selalu tidur bersama sambil saling memuaskan diri kami masing-masing. Ibuku dengan telatennya selalu mengurut batang zakarku yang kini ukurannya sudah lumayan bertambah besar. Dan aku selalu tak pernah bosan menyusu sambil memasukkan jari-jariku ke liang senggama ibuku untuk menghirup aroma dan cairan kewanitaanya.

Ibuku kini pun tak malu-malu lagi bertelanjang badan dihadapanku. Meski dia lebih sering bersikeras untuk tetap mengenakan celana dalamnya saat kemaluannya aku jamahi, tetapi saat sudah asik, ibuku suka lupa dan aku dengan bebasnya menurunkan celana dalamnya. Kini tiap malam ranjang kami selalu panas dengan hasrat untuk saling memuasi antara aku dan ibuku.

“Sun, jembut kamu kok jadi lebat gini sih, keriting-keriting lagi.” Ucap ibuku saat sedang mengurut penisku.
“Iya nih ma.. Jadi tebel, kayaknya gara-gara kena minyak bulusnya deh.”

“Emak cukurin ya. Biar resik, gak lengket-lengket. Itu burung biar keliatan lebih gede juga.”
“Ah emak.. Punya emak juga lebat gitu. Basun cukurin juga ya mak. Biar gak susah nyari lubangnya, hehehe.” Candaku.

“Hush.. Kamu ini ya, nakal banget. Ya udah, kamu ada cukuran jenggot kan?”
“Ada tuh ma, didalem laci meja kaca.”

Ibuku menghentikan urutannya dan berlalu ke arah meja kaca. Dia kembali sambil membawa gunting, cukuran jenggotku dan sabun didalam gayung.

“Kok bawa sabun, buat apa mak?”
“Biar licin ntar nyukurnya. Ya udah sini emak cukur.”

Aku pun bangkit dari kasur dan berdiri dihadapan emak yang sudah mengambil posisi berjongkok. Saat aku melihat kebawah, aku sempat tercengang dengan pemandangan yang kulihat. Wajah ibuku yang sedang berjongkok tepat berada didepan penisku dan hanya berjarak beberapa centi saja. Ditambah lagi dengan payudara ibuku yang terlihat menggantung-gantung saat dia bergerak.

“Kress.. Kress...” Ibuku mulai mengguntingi bulu kemaluanku yang panjang. Helai-helainnya mulai berjatuhan ke lantai kamar kami. Ternyata banyak juga yang tercukur, kini hanya tersisa bulu-bulu pendek saja yang terpotong gunting dikemaluanku.

“Emak botakin aja ya burungnya. “ Ucap Ibuku sambil mengusapkan sabun dan air ke kemaluanku.
“Pelan-pelan ya mak nyukurnya. Entar kepotong lagi, hehehe”

“Hahaha kamu sun. Baru juga mau digedein burungnya, masa emak potong”
“Ah emak bisa aja.”

Ibuku perlahan mulai mencukur sisa-sisa bulu yang ada.Dimulai dari pangkal paha lalu lanjut ke pangkal batang penisku sampai ke bagian dasar batang penisku yang ditumbuhi bulu. Kemudian ibuku mengelus-elus kantong zakarku.

“Yang disini emak cukur juga ya sun.”

Lalu ibuku mulai mencukuri bulu dibagian kantong zakarku sampai ke bagian dalam pahaku.

“Nah bersih kan sun. Jadi keliatan lebih gede punya kamu”
“Hehehe iya mak. Cuma jadi mirip ayam potong yang dijual dipasar. Plontos.”

Kupandangi penisku. Ya memang setelah dicukur jadi terlihat lebih menjulang. Apalagi saat dicukur tadi, ibuku memegang penisku hingga kini keadaannya setengah ereksi. Ibuku masih berjongkok disana, merapihkan sisa-sisa bulu kemaluanku yang berjatuhan dilantai.

“Mak...” Ucapku agak berat.
“Ya sun..” Jawab ibuku seadanya tanpa menoleh kearahku.
“Hmmm... Basun mau diisepin dong mak.”
“Heh..” Ibuku langsung menengok ke arahku.

“Eng... Basun mau ini diisepin dong mak..” Jawabku sambil memegang batang penisku.

Ibuku terdiam sambil menatap mataku dari posisinya jongkoknya.

“Makk...” Rengekku sambil meremas-remas penisku.
“Emak belum pernah sun.. Punya bapakmu aja gak pernah emak gituin.”

“Ya makanya punya basun mak.. Emak sayang kan sama Basun?”

Ibuku sempat beberapa saat terdiam lalu perlahan menggerakan tangan kanannya menyentuh penisku dan mulai mengenggamnya dibagian pangkalnya.

“Kamu beneran mau sun?”
“Basun pengen banget mak..”
“Emak coba yaa..” Ucap ibuku sambil perlahan mendekatkan wajahnya ke penisku.

Ibuku mulai membuka mulutnya lalu perlahan memasukan kepala penisku ke rongga mulutnya. Gigi bawahnya sempat mengenai lubang kencingku, jadi agak terasa sedikit ngilu. Tapi semuanya tergantikan ketika kepala penisku mengenai lidah ibuku. Terasa hangat, basah dan berlendir. Lalu ibuku merapatkan kedua bibirnya dan mulai memainkan ujung penisku yang sudah masuk dengan lidahnya. Ujung lidah ibuku terasa menyapu lubang kencingku sampai ke urat dibawah kepala penis.

“Hmm..Hmmm..” Hanya itu suara yang keluar dari mulut ibuku.

Setelah beberapa saat, ibuku mengeluarkan penisku dari mulutnya. Terlihat ada ludahnya yang menyambung dari mulutnya ke kepala penisku. Ludah itu terus tertarik hingga akhirnya terputus dan jatuh ke payudara ibuku.

“Gimana sun? Enak?”
“Enak banget maak.. Lagi dong mak.. Tapi jangan ujungnya aja, isepin ampe semua mak.”
“Kamu sun.. Gak sabaran amat sih.” Canda ibuku.

Ibuku kemudian kembali menggenggam batang penisku dan mengarahkannya ke mulutnya. Kali ini ibuku membuka mulutnya lebih lebar. Mulai dari kepala hingga kini seluruh batang penisku sudah tenggelam dimulutnya. Nikmat sekali rasanya penisku dimainkan oleh lidah ibu. Sesekali ibu mengempotkan kedua pipinya hingga penisku terasa disedot-sedot.

Perlahan-lahan aku pun mulai memaju mundurkan penisku dimulutnya. Kedua tanganku memegangi kepala ibuku dan menggerakannya untuk maju mundur juga. Walaupun masih sesekali terkena giginya, tapi pengalaman baruku ini sungguh terasa nikmat. Aku berusaha memasukan penisku sedalam-dalam mungkin hingga hampir mengenai ujung tenggorokan ibuku dan mulai mempecepat tempo gerakan maju mundur penisku.

“Orgghh.. Orgghh...” Suara itu terdengar dari mulut ibuku.

Seketika ibuku mendorong pinggulku menjauh dengan kedua tangannya. “Pluup...” Penisku keluar dari mulutnya. Penisku yang sudah begitu tegang terlihat mengkilap terlapisi air liurnya.

“Kenapa mak.. Kok dikeluarin?”
“Emak gak bisa napas sun.. Pelan pelan dong ngocoknya.”
“Hehehe.. maap mak. Basun keenakan. Lagi ya mak.” Ucapku sambil mengarahkan penisku kemulutnya.

Ibuku sempat berusaha menghindar sehingga penisku mengenai pipinya. Aku terus berusaha menekan-nekan dan mengarahkan penisku ke arah mulutnya. Akhirnya ibuku menyerah dan mulai menjilat-jilati batang zakarku.

“Hmmm... Hmmm..” Suara ibuku, sepertinya dia sangat menikmati menjilati penisku.
Jilatan ibuku mulai menurun hingga kini mulai menjilati kantong zakarku. Ah.. rasanya ngilu tapi enak. Terlebih ibuku juga menyedot dan mengulum biji zakarku dalam-dalam dimulutnya. Setelah semua terjilati, akhirnya ibu memasukan penisku dimulutnya. Mengulumnya. Menyedotnya.

“Ahh.. Ah...Ah..” Aku mulai merintih keenakan karena sensasi tersebut. Aku sudah hampi puncak. Kutekan penisku kuat-kuat dan kurapatkan wajah ibuku dengan perutku. Rasanya kepala penisku sudah mencapaki tenggorokannya.

“Cruut.. Cruut..Cruut...”

Aku ejakulasi didalam mulut ibuku. Rasanya banyak sekali air mani yang aku keluarkan. Kelepaskan perlahan peganganku dikepala ibu. Penisku masih terasa berkedut-kedut dan ibu masih memainkannnya dengan lidahnya sambil perlahan mengeluarkannya dari mulutnya.
Penisku sudah agak layu saat keluar. Spermaku pun berceceran dari mulut ibu dan berlelehan mengenai buah dadanya.

“Enak gak mak?”
“Asin sun..” Ucap ibuku sambil berusaha meludahkan sisa-sisa air maniku dari mulutnya.

Ibuku kemudian pergi kekamar mandi, dan aku mengikutinya dari belakang. Dia berkumur-kumur sambil membersihkan sisa-sisa spermaku dibadannya. Akupun membasuh penisku yang rasanya sudah sangat lengket.

“Eh tunggu mak.. Biar basun sekalian cukurin dulu jembut emak.
“Nggak usah sun.. besok besok aja.”

“Ah curang.. Masa punya basun udah botak, punya emak kagak.” Jawabku sambil berjalan kekamar untuk mengambil gunting dan alat cukur.
Saat aku kembali, ibuku hanya berdiri saja didepan cermin kamar mandi.

“Sini mak.. Duduk selonjoran di ubin aja biar gampang nyukurnya.”

Dengan agak ragu, ibuku menurunkan celana dalamnnya. Kulihat vaginanya sudah agak basah. Kemudian dia duduk bersimpuh dilantai kamar mandi.

“Cukurnya dikit aja ya sun. Emak geli klo dicukur abis.”
“Sekali-kali mak.. Ntar juga numbuh lagi. Duduknya jangan gitu mak. Gimana basun nyukurnya kalo gitu.”

Ibuku kemudian mengambil posisi mengangkangi ku. Ah.. untung saja aku sudah orgasme tadi. Kalau tidak, mungkin aku tidak bisa menahan diriku untuk menyetubuhi ibuku.

“Lebaran dikit mak ngangkangnya”

Ibuku melebarkan jarak kedua kakinya hingga kini aku bisa mengambil posisi diantara kedua pahanya. Aku pun mulai mengguntingi bulu kemaluan ibuku dengan gunting.

Kres.. Kress...

Sekarang vagina ibuku sudah hampir botak, tinggal sisa bulu-bulu pendek yang tidak bis dipotong dengan gunting. Bibir vagina ibuku jadi terlihat jelas. Bibirnya sudah agak keluar dan berwarna coklat gelap. Diantaranya aku bisa melihat sedikit klitoris ibuku yang agak menyembul keluar. Dan sepertinya ada cairan-cairan yang mulai membasahi vaginanya.

“Basun kerok ya mak..” Ucapku sambil mengambil alat cukur jenggotku.
Kubasahi vaginanya dengan air dan sabun dan mulai kucukur habis sisa-sisa bulu itu. Aku mengeroknya sampai kebagian paling bawah karena kulihat masih ada bulu-bulu halus yang tumbuh disana.

“Mak.. angkat dikit pahanya.”
Ibuku akhirnya membaringkan badannya dilantai dan mengangkat pinggulnya. Aku kini bisa melihat lubang anus ibuku. Ternyata bagian ini juga ditumbuhi bulu-bulu halus. Lubang anus ibuku terlihat sangat kecil dan rapat. Akupun mengeroknya.

“Kok disini ada bulunya juga ya mak..”
“Gak tau emak sun..”

Saat mencukur area tersebut. Aku iseng menyetuh lubang anus ibuku dengan ujung jari telunjukku”
“Sun!” Ucap Ibuku keras.
“Jangan pegang itu sun. Jorok ah.” Lanjut ibuku.
“Iya mak.. Basun iseng doang. Nah sekarang udah bersih deh.”

Ibuku kembali mengambil posisi untuk duduk tapi kedua pahanya tetap terkangkang.
“Mak... mau gantian gak?”
“Gantian apa?”
“Ya Basun gantian jilatin punya emak, hehehe.”
“Kamu mau sun?”
“Ya mau banget mak.”

Tanpa menunnggu jawaban darinya, aku langsung merapatkan wajahku ke vagina ibuku. Keendus aromanya lalu kurapatkan hidungku percis di liang senggamanya, Akupun mulai menjulurkan lidahku untuk menyapu vaginanya. Kurasa ada lendir lendir yang mulai membasahi wajahku. Sekarang giliran lidahku yang bermain-main divagina ibu. Dengan kedua tanganku, kucoba untuk membuka lebih lebar lubang vaginanya. Kulihat bagian dalamnya berwarna pink gelap dengan klitoris yang sudah menegang. Kumasukan lidahku dalam-dalam kesana sambil sesekali memainkan klitoris ibuku dengan jari-jariku. Lalu kucoba menggigit pelan ujung klitoris ibuku itu.

“Aaaah.. suuun... Aaaaaah....”

Ibuku menaruh tangannya dikepalaku sambil mengacak-acak rambutku. Matanya terpejam. Badannya meliuk-liuk dilantai, persis seperti cacing yang sedang dikasih garam.

Sambil terus menjilati klitoris ibuku, aku perlahan memasukan jari tengah dan telunjukku ke vaginanya. Perlahan kukocok jariku maju mundur. Ibuku mulai bergerak tak karuan. Tangannya terasa menjambak-jambak rambutku.

“Aaaaah... Aaaaah.... Suuun...”

Sepertinya ibuku sudah hampir orgasme. Tanpa pikir panjang, aku coba menekan lubang anus ibuku dengan jariku yang lain. Rasanya begitu rapat dan sulit ditembus. Kubasahai dulu jariku itu dengan cairan yang keluar dari vagina ibuku lalu kucoba untuk memasukannya lagi.

“Suun.. Jangan disitu suun..”

Perkataan ibu tak kuhiraukan. Kutekan jariku makin keras hingga kini lubang anusnya mulai terbuka. Kudorong terus hingga setengaj jari telunjukku sudah ada didalam anus ibu. Tubuh ibu makin meliuk-liuk. Kupercepat jilatanku dan kocokan jari-jariku di vagina dan lubang anusnya sekaligus. Kulihat ibuku membuka sedikit matanya tapi hanya bagian putihnya saja yang keliatan. Seperti dia sudah hampir puncak.

Setelah beberapa saat, akhirnya... Currr.. currr... Kurasa ada semprotan kecil dari dalam vaginanya yang mengenai jariku. Tubuh ibu kejang-kejang. Tanggannya merapatkan wajaku dengan vaginanya. Sehingga cairan tersebut sedikit mengenai mulutku.

“eh..eh..eh..” Suara ibuku sambil bernapas pendek-pendek. Ah sepertinya dia sudah orgasme.

Ibu melepaskan tangannya dari kepalaku. Kuangkat kepalaku dari vaginanya. Ibuku tertidur dilantai kamar mandi sambil badannya masih sesekali mengejang. Kuperhatikan vaginanya yang basah itu, lalu ibuku pipis, mengeluarkan air kencing perlahan yang akhirnya berceceran dilantai.

“Emak lemes banget sun...”
“Tapi enak kan mak?” Candaku.
“Kamu emang anak nakal. Emak kamu dibikin lemes begini. Emak jadi ngompol tuh.”

Kuambil gayung lalu kusiramkan air ke vagina ibuku Perlahan kuceboki sambil berusaha menggelitiki lagi vaginanya dengan jariku.
“Uh sun.. emak udah lemes banget ini.”
“Hehehe.. Ya udah mak. Basun gendong ya kekasur.”

Lalu kuangkat badan ibuku dalam gendonganku. Ibu melingkarkan tangannnya dileherku. Hup! Kuangkat lalu kugendong kekamar. Perlahan kuturunkan tubuh ibuku diranjang. Lalu aku elap-elap tubunya yang basah dengan kain daster ibuku. Setelah itu kubaringkan tubuhku disampingnya.

“Makasih ya sun..” ucap ibuku pelan.
“Iya mak.. Basun juga..” sambil kumiringkan badanku kearahnya dan memeluk badannya dengan satu tanganku.

Ibuku terlihat sangat lelah. Akupun jadi tidak tega mau menyusu lagi padanya. Penisku sempat kembali tegang melihat badan ibuku yang tak tertutup sehelai benang pun, tapi mataku rasanya sudah begitu berat. Hanya kurapatkan penisku dipaha ibu. Untung akhirnya turun juga ereksinya. Akhirnya malam itu kami tertidur saling berpelukan dalam keadaan telanjang hingga pagi menjelang.

Sudah tiga hari ini “ritual” aku menyusu dengan ibuku terganggu. Itu karena abangku datang dan menginap dirumah. Namanya Badar. Hubunganku dengan abangku ini memang tidak terlalu akrab. Dari dulu dia selalu kasar padaku. Ditambah lagi dengan badannya yang tinggi besar, aku pasti selalu kalah jika berkelahi dengannya. Setelah menikah, badannya jadi semakin gemuk dengan perut yang juga buncit sepertiku. Dia jadi makin mirip algojo saja dimataku.

Dia bilang sedang bertengkar dengan istrinya dan malas untuk kembali kerumah. Karena ada abangku ini, ibu melarangku untuk tidur bersamanya. Dan aku harus tidur bersama dengan abangku beralaskan kasur tipis di kamarku dulu. Tapi ya yang namanya sudah kebiasaan, aku tetap memaksakan untuk curi-curi waktu agar bisa menyusu. Kadang aku menyusu saat abangku keluar rumah, saat abangku sedang mandi atau saat ibu mengantar bekal makan siang ke ladang. Karena diburu waktu, biasanya ibuku jadi mengocok atau mengoral penisku dengan cepat agar aku segera keluar. Jadi terasa kurang nikmat.

“Mak... Ah.. Pelan pelan mak ngocokkinnya...”. Ucapku sambil menahan ngilu dipenisku karena Ibuku mengocok dengan tangannya terlalu keras.
“Buruan kamu keluarinnya sun.. Abangmu ntar keburu selesai mandinya.”

“Cruuut...Cruttt...” Akhirnya air maniku berceceran dilantai kamar.

“Udah sun.. Kamu buruan ke ladang sana. Nanti keburu siang, panas.” Ucap ibuku sambil mengelap ceceran air maniku dengan kain pel.
“Ah.. mak.. Basun masih pengen nih.. Nanggung.”
“Hussh.. Nanti ketahuan abangmu kita.”

“Ah abang Badar emang bikin susah aja. Kapan sih mak abang pulang kerumahnya?”
“Gak tau sun. Kayaknya dia masih berantem sama bininya.”

“Udah mak, suruh bang Badar baikan aja sama istrinya. Biar cepet pulang. Biar kita bisa kayak dulu lagi mak.” Ucapku sambil meremas-remas payudara ibuku yang terbungkus daster.
“Iya sun.. Ntar mak bilangin.”
“Ya udah mak. Basun ke ladang dulu ya.” Ucapku sambil memakai baju dan celana dan lanjut pergi ke ladang.

Karena cuaca sedang sangat panas, baru bekerja sebentar saja, aku langsung beristirahat di gubuk tempat biasa aku berteduh. Kulepaskan semua baju dan celanaku yang penuh keringat. Tiba-tiba nafsuku naik lagi, teringat biasanya aku dan ibuku suka saling memuaskan nafsu disini. Ya karena ladang kami ini agak jauh dari pemukiman, jadi kami sering memacu birahi disini. Biasanya hanya sebatas aku menyusu atau ibu yang menguruti batang penisku saja lalu kami akan melanjutkannya dirumah. Tapi sudah beberapa hari ini kami tidak melakukannya hingga membuat nafsuku menjadi semakin menjadi-jadi.

Tanpa sadar aku sudah menurunkan celana kolorku dan mengocok batang penisku sendiri. Kubayangkan saat saat ibuku mengulum penisku dengan mulutnya. Dan akhirnya setelah beberapa menit, kupercepat kocokan tanganku dan meledaklah lahar panasku. Tapi entah kenapa rasanya meski sudah ejakulasi, terasa masih ada yang kurang. Nafsuku masih saja tinggi. Karena badan ku sudah lemas, kuputuskan saja untuk langsung pulang kerumah. Toh cuaca juga sedang sangat panas untuk berladang, ibu pasti maklum.

Saat sampai didepan ruma, kulihat pintunya ditutup. Ah mungkin ibu dan abangku sedang pergi keluar rumah. Baguslah aku memang ingin segera tidur jadi tidak ada yang mengganggu. Aku mengambil kunci serap yang biasa ibu tinggalkan dibawah pot bunga. Tapi saat aku coba untuk membukanya, ternyata pintu tidak dikunci. Kudorong perlahan pintu tersebut dan masuk ke dalam rumah.

Yang terasa janggal. Kudengar ada suara berisik-berisik dari kamar ibuku. Aku langsung menggengam erat parang yang aku bawa, takut-takut kalau ternyata ada pencuri yang masuk. Aku berjalan perlahan-lahan mendekati arah kamar ibuku. Tapi semakin dekat, sepertinya suara itu sangat familiar. Aku berdiri dibalik kamar ibuku. Rumah kami dindingnya terbuat dari anyaman bilik bambu. Kebetulan ada celah yang cukup untuk mengintip kedalam kamar ibuku. Saat aku melihat melalui celah bilik bambu tersebut, aku hampir saja ingin berteriak. Pemandangan yang kulihat membuat mataku terbelalak.

Disana aku lihat Ibu dan abangku sedang bersama diatas ranjang. Ibuku hanya memakai kain yang dia lilitkan diperut sampai sebatas pahanya. Mempertontonkan buah dadanya yang sudah kendor dan menggantung-gantung itu. Posisi ibuku sedang duduk bersimpuh diperut abangku yang sedang berbaring dan tidak memakai pakaian sama sekali. Tubuh abangku yang memang tinggi besar itu seperti tidak keberatan menahan berat badan ibuku diperutnya. Tubuh abangku yang kulitnya agak hitam dan dadanya yang penuh bulu terlihat sangat berkeringat. Terlebih batang zakarnya yang ukurannya terbilang besar sudah ereksi sangat tegak diantara kedua pahanya yang posisinya dipunggungi oleh ibuku.

Ibuku menurunkan badannya hingga payudaranya tepat berada diatas wajah abangku yang dengan cepat langsung melahapnya dengan puas. Abang badar terlihat sangat bernafsu menyedot-nyedot susu yang keluar dari dada ibuku itu.

“Bangsat Bang Badar.. Dia sering mengejek aku bayi besar karena masih netek sama emak. Ternyata dia juga.” Gumamku dalam hati.
Sebenernya aku ingin masuk lalu melabrak mereka berdua. Aku sangat marah ternyata ibu juga menyusui abangku. Tapi aku tidak berani bergerak dari tempatku. Selain karena takut berkelahi dengan abangku, toh akupun juga menyusu pada ibuku, bahkan sekarang sudah lebih dari itu. Akhirnya aku putuskan untuk melanjutkan melihat perbuatan mereka dari tempat mengintipku sekarang.

Bang badar terus melahap payudara ibu dengan nikmatnya. Ibuku terlihat juga sangat menikmatinya, itu kulihat dari matanya yang sesekali terpejam dan suaranya yang merintih.

“Ah.. Dar.. Pelan-pelan neteknya..”
“Haaah... Iya mak.” Ucap bang Badar lalu langsung melanjutkan menyedot puting payudara ibu yang coklat kehitaman itu.

Bang Badar lalu memeluk tubuh ibu dan menggulingkannya hingga posisi mereka kini berbaring saling menyamping. Suara derit besi penyangga ranjang terdengar sangat keras saat badan ibu dijatuhkan ke kasur.

“Mak.. mau dikocokin pake tetek emak dong.” Ucap bang badar.
“Ya udah sini.

Bang badar lalu mengambil posisi duduk diatas tubuh ibu. Penisnya yang besar dan panjang itu dia arahkan ke celah diantara kedua payudara ibu. Penis yang warnanya kehitaman tersebut terlihat sangat tegang sampai aku dari jauhpun bisa melihat urat-uratnya yang menonjol. Ibuku lalu menjepit penis itu dengan kedua payudaranya lalu melakukan gerakan mengocoki penis itu. Abangku lalu meludahi penisnya yang sedang dijepit dada ibuku beberapa kali hingga dada ibuku terlihat licin dan basah.

“Clot..cloot.. Cloot..” Terdengar suara penis abangku yang dikocok oleh dada ibuku.
“Enak dar?”
“Ughhh.. Enak banget mak.. Bini badar gak pernah mau kalo badar suruh begini.”
“Ya udah.. kan kamu bisa dapet dari emak sekarang.”

Aku hanya bisa terbengong-bengong melihatnya. Antara marah tetapi juga birahiku naik. Aku belum pernah melakukan hal yang seperti itu dengan ibuku.

Tiba-tiba badan bang badar bergetar-getar.
“Croot..croot..”

Sambil mendesah, dia mengeluarkan air maninya dijepitan dada ibuku. Dia lalu mengangkat penisnya dan menumpahkan sisa air maninya diwajah ibuku. Ibuku memejamkan matanya lalu mengelap air mani yang jatuh diwajahnya.

“Uh kamu dar.. Nakal deh.. Pejunya dikeluarin di muka emak.”
“Hehehe.. Tapi suka kan mak. Jilatin dong mak, kan sayang Badar udah keluarin.”

Ibuku lalu menjilat air mani yang ada dijari-jarinya lalu menelannya. Ya Tuhan.. Aku mual melihatnya, tapi juga iri karena biasanya ibu tak pernah menelan spermaku seperti itu.

Bang badar lalu menjatuhkan badannya disamping ibu. Sepertinya dia sudah lemas. Tetapi tangan ibuku tetap mengocok-ngocok penis bang badar yang sudah mulai mengecil itu.

“Kayaknya burung kami perlu emak urutin lagi deh dar. Biar makin gede.” Ucap ibuku.
“Iya nih mak. Udah lama gak diurutin sama emak. Eh Basun udah pernah diurutin juga mak?” Tanya bang Badar.
“Udah.. Udah lumayan nambah gede burungnya si Basun.”

“Udah pernah beginian juga sama emak?”
“Cuma emak kocokin sama spong aja.”

“Ah enak banget ya mak Basun dapet mulu dari emak. Badar jadi iri.”
“Huuush.. Gak boleh gitu sama adik kamu. Dulu kan kamu juga udah sering emak gituin. Sampe ini burung bisa segede ini. Sekarang kan kamu juga udah punya bini.”

Dari percakapan itu aku baru tahu ternyata ibu juga melakukan hal sama terhadap aku dan Bang badar. Entah kenapa aku tidak menyadarinya dulu.

“Kalau punya Badar sama Basun gedean mana mak awalnya?” Tanya bang Badar
“Gedean punya kamu dikit. Punya kamu mirip deh gedenya sama punya bapak kamu. Kalo punya basun mungkin perlu lamaan lagi ngurutnya.”
Sambil mereka mengobrol, tangan ibu tidak berhenti memainkan penis bang badar. Kocokan tangan ibuku kembali membuat penis bang badar mulai ereksi.

“Kamu kenapa sih pergi dari rumah dar?”
“Abis kesel mak. Bini badar gak pernah mau kalo diajak begituan. Alasannya lagi capek lah. Lagi mens lah. Badar kan jadi kesel.”

“Hussh.. Kamu ini hal begitu aja sampe berantem. Bini kamu kan kerja, wajarlah kalau dia capek. Makanya kamu ajaknya baik-baik.”
“Ya tapi Badar kan butuh begituan mak. Masa tiap malem badar coli-in burung sendiri, padahal udah punya bini.”

“Ya makanya kamu juga jangan keseringan minta jatahnya. Bini kamu butuh istirahat. Emang kamu udah berapa lama gak dikasih jatah?”
“Udah 2 minggu mak.”

“Huh dasar kamu... Baru juga dua minggu udah kayak orang kesetanan. Ya udah sini emak keluarin yang banyak.” Ucap ibuku sambil terus mengocok penis bang badar.
“Mak... Bosen mak dikocokin mulu.. Badar boleh gak masukin ke punya emak. Udah pengen banget nih..”

“Hust kamu! Kan dari dulu emak udah bilang gak boleh mikir mau kayak gitu. Ini emakmu loh dar. Masa kamu mau entot juga. Kayak binatang aja.”
“Tapi kan mak... Badar udah pernah ngisepin memek emak, netek sama emak, tanggung mak..”

“Dar... Emak tau emak salah. Emak dosa udah beginian sama kalian. Tapi emak gak mau makin dosa lagi. Emak awalnya cuma pengen biar burung kalian tuh pada gede, biar bisa muasin istri kalian nanti. ”
“Emang emang gak pengen apah mak? Kan udah lama bapak gak pulang.”

“Ya nafsu sih ada dar. Apalagi liat burung kamu sama Basun terus. Tapi emang gak mau kalo sampe begituan sama kalian. Mending yang lain aja ya dar. Yang penting peju kamu keluar.”
Bang badar hanya terdiam.

“Emak sayang sama kalian. Emak pengen bikin kalian seneng. Tapi tolong ya dar, jangan pernah mikir mau begituan sama emak.” Lanjut ibuku sambil mengusap lembut wajah bang Badar.
“I..iya deh mak. Maapin Badar ya mak..”

“Gapapa dar.. Emak maklum. Apalagi kamu udah kawin, udah tau enaknya begituan. Pasti pengen terus kan.”
“Iya mak.. Emak tau aja.”

“Ya udah sekarang mau diapain nih si otong. Udah keras lagi nih.” Ucap ibuku sambil meremas penis bang Badar.
“Digesek-gesekin pake pantat emak aja deh mak. Tapi Badar sambil tiduran, emak yang duduk.”

“Ya udah.. emak ambil minyak goreng dulu ya. Biar licin” Lalu ibu bangun dan berjalan ke luar kamar.

Aku langsung bersembunyi dibalik pintu kamarku yang berada disisi lain kamar ibu. Saat ibu sudah kembali kekamarnya. Aku kembali ke tempat pengintipan semula. Ibu lalu menurunkan kain yang melilitnya perutnya. Kain itu jatuh kelantai dan menampakan bagian kemaluan ibu yang tidak memakai celana dalam. Ibu kemudian menuangkan minyak goreng yang tadi diambilnya ke perut dan penis abangku.

Ibu kemudian naik ke perut abangku dan menduduki penis abangku hingga penisnya menyentuh perut bang badar. Ibuku kemudian melakukan gerakan maju mundur hingga penis bang Badar tergesek-gesek dengan pantat dan kemaluan ibuku.

“Aaaah.. Mak.. Enak maaak..”
“Enak kan dar..” Jawab ibuku sambil memelintir puting dada abangku.

Aku bisa melihat bibir vagina ibuku agak terbuka karena tergesek-gesek batang zakar abangku yang besar itu. Cairan pelumas pun mulai keluar dari vagina ibuku. Gerakan pantat ibu yang maju mundur diatas tubuh abangku yang berminyak itu turut membuat nafsuku naik. Tak tahan, akhirnya kuturunkan celanaku dan kukocok penisku sendiri.

Ibu lalu menurunkan badannya dan menyedot-nyedot puting abangku. Abangku dibuat merem-melek karenanya. Sambil tetap memainkan pinggulnya, ibuku menjilat, mengulum dan menggigit-gigit kecil puting didada abangku yang dipenuhi bulu itu.

Abangku lalu memegang kedua belah bongkah pantat ibuku lalu ikut memaju mundurkannya dengan cepat.Meski hanya digesek-gesek dengan batang zakar abangku, sepertinya ibuku juga merasakan kenikmatan darinya. Abang ibuku terlihat sangat mashyuk dengan persentuhan kelamin mereka. Aku pun juga jadi mempercepat kocokan penisku.

“Mak.. Badar udah mau keluar maak..” rintih abangku.
“Keluarin aja dar.. Emak juga udah mau keluar nihh..”

Crooot... Croot.. Croot... Akhirnya air mani bang Badar keluar dan muncrat diperutnya sendiri. Ibuku terus melanjutkan gesekannya.

“Mak belum keluar nih dar.. Emak lanjutin yaa..”
“Iya mak...”

Emak terus melanjutkan menggesekan vagina dan pantatnya diatas penis abangku yang sudah mulai layu itu. Abangku kemudian menggerakann tangannya meremas-remas payudara ibuku dan memelintir-melintir putingnya.

“Ah enak dar.. Enak dar..”

Abangku lalu melepaskan satu tangannya dari payudara ibuku dan meremas-remas pantat ibuku. Kemudian dia memasukan satu jarinya ke lubang anus ibuku lalu memaju-mundurkannya. Sepertinya ibu sangat sensitif dengan rangsangan di area anusnya. Mata ibu langsung agak terpejam hingga hanya bagian putihnnya saja yang terlihat. Abangku memasukan lagi satu jarinya ke anus ibu dan mempercepat kocokannya.

“Aaaaah.. Haaaaah.. Aaaah...” Desah ibuku.

Badannya mengejang-ngejang sambil pantatnya naik turun. Badannya langsung lemas dan jatuh menimpa tubuh abangku. Ibuku memeluk tubuh abangku yang tinggi besar itu sambil masih bergetar-getar keenakan.

“Kamu hebat dar.. Emak enak banget keluarnya tadi.”
“Hehehe iya mak.. Kerasa cairan emak juga anget banget keluarnya tadi netes di perut badar.”

“Emak tidur dulu ya dar. Capek banget.”
“Eh jangan dulu dong mak. Badar masih pengen keluar sekali lagi nih. Abis tadi emak gosok-gosok terus sih..” Ucap bang badar sambil memainkan penisnya yang kembali ereksi.

Sepertinya bang Badar masih belum puas. Baguslah. Aku juga masih belum selesai mengocok-ngocok penisku. Belum sampai puncak.

“Duh tapi pinggang emak udah pegel banget ini dar.”
“Ya udah mak. Dijepit pake ketek emak aja ya sekarang.” Ucap bang badar sambil berdiri diatas ranjang dan berusaha membangunkan tubuh ibuku. Ibuku akhinya mengambil posisi duduk bersimpuh didepan tubuh bang badar.

Bang badar lalu menyelipkan penisnya di ketiak ibuku lalu memaju mundurkannya. Ketiak ibuku yang terlihat agak hitam itu ditumbuhi bulu bulu halus tetapi tidak terlalu lebat. Posisiku dipunggungi ibuku sehingga aku bisa melihat penis bang badar yang muncul lalu tenggelam di ketiak ibu. Ibuku pun tan tinggal diam, dia meremas-remas kantong zakar abangku.

Aku yang melihatnya jadi kebawa nafsu. Kepercepat kocokan dipenisku. Saat hampir ejakulasi, kuremas ujung kepala penisku dengan telapak tanganku, dan..
“Cruut.. Cruut..

Saat air maniku keluar tidak muncrat karena tertutup telapak tanganku, hanya sedikit berceceran saja dilantai.

Abangku pun sepertinya sudah hampir sampai. Dia memajukan penisnya dengan cepat diketiak ibuku lalu..
“Crooot.. Crooot..”

Air mani abangku muncrat di kasur dan ketiak ibuku. Membuat bulu ketiak ibuku terlihat sangat lengket. Abangku lalu langsung terduduk seolah kakinya tidak mampu menopang beban tubuhnya. Sepertinya dia sangat lemas karena 3 kali ejakulasi tadi.

“Udah puas dar?”
“Udah mak.. Badar ampe lemes gini.” Ucap abangku sambil membaringkan tubuhnya

“Ya udah kita tidur dulu aja ya. Ntar siangan emak mau nganter makan siang ke ladang buat basun.” Ucap ibuku sambil ikut berbaring.

Akupun langsung menaikan celanaku dan pelan-pelan berjalan keluar rumah. Bahaya nanti jika aku tidak ada diladang, bisa ketahuan aku mengintip mereka. Perasaanku jadi campur aduk. Kesal, marah, iri tapi juga bernafsu karena melihat perbuatan ibu dan abangku tadi. Sungguh beruntung abangku.. Aku juga akan minta yang seperti itu pada ibu....

Setelah mengintip pergumulan antara abang dan ibuku barusan, pikiranku rasanya melayang-layang. Antara marah,benci kesal tapi juga bernafsu melihat aktifitas mereka itu. Mau bekerja di ladang rasanya pun malas hingga akhirnya aku putuskan untuk tidur-tiduran saja di sawung dekat ladang kami.

Sekitar jam 1 siang, ibuku seperti biasa datang membawa makanan untukku. Aku berpura-pura cuek saja sambil tetap tidur-tiduran di sawung membelakangi ibuku.

“Makan siang dulu sun.. nih emak bawain pepes teri kesukaan kamu.”
“Enggak mak. Basun gak laper.”
“Tumben kamu sun jam segini belum laper, biasanya langsung abis makanan yang emak bawa.”

Aku hanya diam tak menjawab.
“Basun marah ya?” tanya ibuku lembut.
“Enggak.” Jawabku singkat.

Ibuku lalu berjalan mendekat dan duduk disampingku yang sedang berbaring.
“Basun tadi liat emak sama abang badar ya?”

Deg.. Aku sangat kaget dengan perkataan ibu tadi. Apa tadi aku ketahuan?
“Eng... Liat apaan mak?” Jawabku pura-pura tidak tahu.
“Jujur aja sun... Emak tau kok tadi kamu liatin emak sama bang badar lagi didalam kamar. Peju kamu masih berceceran didepan pintu.”

“Ehh....” Aku bingung harus menjawab apa. Sial. Tadi aku memang lupa mengelap spermaku yang muncrat dilantai saat onani tadi.
“Basun marah ya sama emak?” Tanya ibuku sambil membelai kepalaku.

Aku lalu mengambil posisi duduk sambil menghadapa ibuku.
“I... Iya mak, tadi basun liat emak sama bang Badar lagi diatas kasur. Emak kok gituan juga sama bang Badar sih?”
“Maafin emak ya sun..”

“Emak udah sering ya begituan sama bang Badar?” Tanyaku agak geram.
“Suun... Maap ya emak gak pernah cerita sama kamu.”
“Ya udah makanya sekarang ceritain ke basun mak semuanya. Basun pengen tau”
Ibuku hanya terdiam.

“Mak..!”
“Iya sun... Bang badar juga dulu burungnya emak urutin kayak kamu.” Jawab ibuku tanpa berani melihat kewajahku.

“Awalnya bapak kamu yang nyuruh. Abangmu kan baru disunat pas umur 18 tahun. Kata bapak, burungnya bang badar kecil. Ya mungkin emang keturunan bapakmu. Makanya emak disuruh urutin tuh burungnya badar pake minyak bulus.”
“Terus mak?”

“Ya awalnya emak Cuma ngurutin burungnya aja. Tapi si Badar kadang suka gak tahan, akhinya minta dikocokin sampe pejunya keluar. Emak pernah protes sama bapakmu, soalnya risih masa ngocokin barangnya anak sendiri. Tapi kata bapakmu suruh lanjutin aja. Kasian lelaki kalau burungnya kecil, begitu kata bapakmu.”

“Apalagi si Badar itu gak tahu kenapa, pejunya kentel banget. Udah keluar berapa kalipun tetep kentel. Jadi si Badar suka bilang bijinya sakit kalau gak dikeluarin pejunya. Jadi ya dalam sehari, emak bisa ngocokin burung abangmu berkali-kali.” Lanjut ibuku.

“Kok basun bisa gak tahu mak?”
“Ya kamu dulu kan masih kecil. Biasanya juga emak netein kamu dulu sampe tidur baru ngurutin burungnya bang Badar. Kadang badar yang masuk ke kamar emak sama bapak buat minta diurutin.”

“Nah kok sekarang bisa sampe kayak gitu? Sampe kayak orang mau ngewe tadi basun liat.”
“Awalnya abangmu iri karena emak selalu netein kamu. Akhirnya badar minta juga ditetein. Jadi misalnya kamu dan kakakmu lagi sekolah, emak suka netein badar.”

“Ih bang badar, padahal dulu sering ngatain basun kalo netek sama emak. Ih dia netek juga.”
“Ya maklum lah sun. Badar itu kan anak kesayangan bapakmu. Kemauannya gak bisa ditolak. Malah dulu bapakmu sama badar sering netek bareng sama emak dikamar emak.”
“Hah? Bapak netek juga?” Ucapku kaget.
“Ya iya sun. Bapakmu kalau lagi begituan sama emak ya suka juga netek. Nah kalau malem badar suka masuk kamar emak terus netek bareng2 sama bapakmu. Malah....” Kata-kata ibuku terhenti.

“Malah apa mak?”
“Badar suka liatin kalau emak sama bapak lagi begituan dikamar.”
“Hah? Kok bisa mak?”
“Ya emak juga awalnya gak mau, risih sun.. Malu... Tapi bapakmu itu loh... Kalao abis netek suka kebablasan pengen ngewe, padahal abang masih diatas kasur. Jadi ya abangmu sering liat kalau emak lagi dinaikin bapak, kadang malah masih sambil netek liatinnya.”

“Kok bapak bolehin sih mak?”
“Tau tuh bapakmu. Katanya gak apa-apa, biar badar sekalian belajar kalau udah kawin nanti katanya.”
“Terus Mak?”
“Ya abis bapakmu pergi keluar pulau, abangmu mulai minta yang aneh-aneh lah. Ya sama kayak kamu. Minta diisepin lah burungnya, dijepit pake tetek, nyiumin memek emak...”

“Tapi tadi basun liat, bang badar gesek-gesekin burungnya ke memek emak.. Kok basun gak pernah digituin mak.” Protes ku.
“Maap sun.. Emak sebenernya gak mau digituin. Itu dulu awalnya sebelum abangmu kawin, dia pernah minta pengen ngewe sama emak. Katanya biar sekalian latihan, biar gak kaku sama istrinya nanti. Tapi emak gak mau. Akhirnya ya karena abanmu minta terus, Cuma emak gesek-gesekin aja burungnya badar ke memek emak.”

“Sering ya bang badar di gituin?”
“Ya sampe dia kawin... Kadang kalau lagi main kerumah ya badar suka minta juga.”

“Tapi kok... Tadi... Emak keliatannya menikmati banget. Sampe mendesah-desah juga.”
“Maklumin emak ya sun. Emak kan juga punya nafsu. Bapakmu udah lama gak pulang-pulang. Tiap hari ngurutin burung kamu. Ya tadi emak khilaf juga keenakan. Apalagi burung abangmu itu tebel banget.”

“Ya udah mak. Sini emak biar basun puasin lagi.” Ujarku semangat.
“Hah?” Ibuku kaget

“Iya mak. Basun pengen juga digesek-gesek kayak bang badar tadi.”
“Duh sun... Nanti aja yaa.. Emak udah capek banget tadi sama abangmu.” Mohon ibuku

“Tuh kan emak pilih kasih.. Emak emang gak sayang basun.” Ucapku sambil memalingkan muka.
“Bukan gitu sun... Ya udah kamu makan nasi dulu nih. Emak biar istirahat sebentar, masih capek tadi jalan dari rumah kesini.”
“Jadi boleh mak?”
“Iya udah.. kamu makan dulu gih.” Ucap ibuku malu-malu.

Aku langsung memeluk ibuku yang mengenakan daster hitam berlengan pendek. Kutarik bagian leher daster itu kebawah sampai payudara ibuku terlihat. Dan seperti biasa, ibuku tidak pernah memakai BH.

“Basun netek aja deh mak. Lagi males makan nasi.” Ucapku lalu lanjut mengulum pentil susu ibuku yang sudah mulai menegang.
Ibuku hanya pasrah lalu bersender ke dinding gubuk-gubukan disawah kami. Aku sangat haus karena hari ini sangat panas, kesedot sekuat mungkin pentil ibuku itu. Sebenernya masih tercium aroma keringat serta bau peju abangku yang begitu kuat. Bau keringat seorang laki-laki yang sangat apek karena tidak pernah memakai deodorant, serta bau pejunya yang mirip seperti bau bayclin. Apalagi membayangkan payudara ini juga habis disedot oleh abangku, sebenernya membuatku agak jijik. Tapi nafsuku sudah kadung tinggi sekali karena mengintip mereka tadi.

“Pelan-pelan sun.. Susu emak masih banyak kok.”

Aku kini menyedot pentil yang satunya. Sambil jari telunjuk dan jempolku memelintir-melintir pentil susu yang barusan kuhisap tadi. Melihat keringat yang jatuh dari leher ibuku membuatku ingin menjilatnya. Akhirnya kujilat leher ibuku sampai turun ke celah diantara kedua payudaranya.
Tanpa sadar, posisi ibuku kini sudah berbaring dan aku ada diatasnya berlutut, menahan tubuhku agar tidak menindih ibuku. Posisi daster ibuku kini sudah turun hingga sepinggang. Aku lalu melepaskan kaosku dan menurunkan celanaku. Burungku yang sudah tegak langsung mengacung karena aku memang tidak memakai celana dalam.

“Mak... Langsung ya mak..” Ucapku sambil mengelus-elus batang zakarku yang bagian ujungnya sudah mulai basah oleh cairan precum ku sendiri.
“Ati-ati ya sun.. Inget digesek-gesekin aja. Jangan dimasukin. Emak marah kalau kamu nakal.”
“Iya mak..”

Aku lalu menarik daster emak ke bawah. Emak mengangkat pinggulnya agar aku lebih mudah melepasnya. Aku lalu menarik celana dalam ibuku hingga turun sepaha. Belahan vagina ibuku yang sudah gundul karena aku cukuri itu terlihat sudah basah. Aku lalu mengarahkan ujung kepala penisku ke area tesebut.

Brrrr..... Badanku merinding keenakan saat ujung kepala penisku menyentuh belahan vagina ibuku. Apalagi karena bibir vaginanya yang sudah agak menjulur keluar itu terasa menggelitik penisku. Kugesek penisku mulai dari ujung belahan paling bawah sampai paling atas lalu keperut ibuku. Kulihat wajah ibuku, dia hanya diam sambil menoleh-noleh kearah samping.

Kuarahkan kembali penisku ke belahan vaginanya, lalu mulai kugesek naik turun dengan perlahan.

“Sleess... Sleeess...”

Kepala penisku mulai terasa agak licin, selain dari precum ku sendiri, vagina ibuku juga mulai banyak keluar cairan. Gesekan kepala penisku pun jadi lebih mudah bergerak, Kumulai mempercepat tempo gesekanku. Naik turun, naik turun. Ibuku hanya melihat vaginanya yang kugesek dengan tatapan kosong dan khawatir.

Gesekan ku pun semakin cepat. Tanpa sadar aku mungkin jadi agak menekan kepala penisku. Ditambah lagi dengan vagina ibuku yang juga sudah agak melar, kini gesekan-gesekan kepala penisku jadi membelah dan membuka bibir vagina ibuku. Kalau ada setan lewat, mungkin aku bisa hilang akal dan langsung menusukan penisku ke vagina ibu. Vaginanya sudah sangat basah, penisku yang sedang sangat keras ini pasti dengan mudah bisa masuk. Tapi kucoba sekuat mungkin menahan nafsuku, aku tidak mau membuat ibu marah dan sedih jika aku melanggar janjiku. Aku terus memaju mundurkan pinggul ku agar penisku bisa menggesek vagina ibu.

Karena pegal, kuturunkan tubuhku kearah ibu tadi kutahan dengan tanganku hingga tidak menindihnya. Tapi diposisi ini jadi agak susah menggesekan penisku, akhirnya aku menggunakan satu tanganku untuk membantu mengarahkan penisku menggesek vagina ibu.
Wajah ibuku tepat dibawah wajahku. Kami saling bertatapan dalam. Beberapa tetes keringat dari keningku jatuh ke wajah ibu. Nafas ibuku mulai cepat dan ngos-ngosan. Mulutnya terbuka untuk membantu bernafas.

Aku lalu mengumpulkan ludahku sebanyak yang aku bisa lalu mengeluarkannya kearah mulut ibuku. Tetesan air liurku jatuh dan masuk ke mulut ibu. Terus kukeluarkan liurku. Ibuku menerimanya dengan pasrah kemudian menutup mulutnya dan menelan semua air liurku yang ku berikan tadi. Ahh... Melihat ibuku melakukan hal tersebut dalam jarak sedekat ini rasanya begitu menggoda.
Tanganku pegal juga harus menahan beban tubuhku, apalagi tanganku yang satunya lagi juga harus mengarahkan penisku sehingga aku hanya menahan tubuhku diatas ibu dengan satu tangan.

“Mak... Tangan basun pegel mak. Ganti posisi ya.” Ucapku sambil bangun mengambil posisi duduk.
“Mau gimana sun?” Jawab ibuku juga sambil mengambil posisi duduk.

“Sambil nungging aja deh mak.” Ucapku sambil berdiri
“Gimana caranya sun?”
“Udah emak sini dlu deket basun.”

Ibuku lalu berjalan kearahku.
“Emak sini nungging didepan basun. Basun gosokin memek emak dari belakang.
“Ih kamu aneh-aneh aja deh. Ya udah.”

Ibuku lalu menungging dengan bertumpu pada kedua kaku dan tangannya didepanku.
“Pantatnya agak dinaekin dikitmak. Burung basun gak nyampe nih.”

Ibuku lalu mengangkat sedikit pinggulnya. Akhirnya posisinya sudah pas, aku bia melihat vagina ibu yang sedang menungging. Aku lalu mengarahkan penisku kesana. Kumajukan badanku sampai penisku bersentuhan dengan bibir vaginanya. Tanganku memegang bokong ibuku lalu mulai melakukan gerakan menggesek. Posisi kami seperti orang yang “doggy style”

Aku lebih menikmati diposisi seperti ini. Rasanya lebih nikmat. Kupercepat gerakan pinggulku maju mundur. Penisku terus bergerak menggeseka dan makin meperlebar bukaan bibir vagina ibuku. Yang aku tak sangka, ibuku juga memaju-mundurkan pinggulnya. Perlahan-lahan memang, tapi gerakannya terasa. Karena gerakannya itu, penisku jadi menekan lebih dalam hingga hampir saja masuk ke vagina ibuku.

Lalu tiba-tiba ibuku menurunkan pinggulnya.
Dan....
Jleeeb...

Kepala peniku amblas, masuk tenggelam di vagina ibuku.
Aku terdiam. Sangat kaget. Pikiranku tiba-tiba terasa melayang, merasakan kepala penisku seperti dipijat-pijat oleh organ kewanitaan ibuku. Rasanya kepala penisku seperti dijepit-jepit sesuatu yang empuk, kenyal dan basah.

Ibuku menghentikan gerakan pinggulnya yang tadi maju mundur. Lalu menoleh kearahku.
“Duh.. Maap sun.. Pinggang emak tadi pegel jadi gak sengaja mundur.” Ucap ibuku sambil berusaha untuk memajukan pinggulnya.

Tapi kutahan pantat ibuku dengan kedua tanganku.
“Ehhh.. Biarin bentaran mak. Kan gak sengaja udah masuk. Basun pengen ngerasain bentaran.”
“Duh sun... Kan kamu janji tadi gak masukin.”

“Kan tadi emak yang gak sengaja mundur sendiri. Udah terlanjur mak, Cuma ujungnya aja kok bentaran”
“Ya udah, bentaran aja ya sun. Kamu juga jangan gerak-gerak, ntar masuk lagi.”

Ibuku akhirnya diam saja dalam posisi tersebut.
Kenikmatan ini begitu hebat, Meski hanya kepala penisku saja yang masuk. Tapi akhirnya aku berhasil menyetubuhi ibuku sendiri. Sesuatu yang selalu aku nantikan ketika aku menyusu. Sesuatu yang selalu menjadi bayanganku ketika onani.
Vagina ibuku rasanya mengempot-empot dan memijat kepala penisku. Sekuat tenaga aku berusaha agak tidak bergerak.

Hanya saja.... Dalam suasana hening diantara kami, ibuku kembali memaju-mundurkan pinggulnya perlahan.

“Sleeb... Sleeeb...”

Perlahan tapi pasti, batang zakarku makin tenggelam makin dalam ke vagina ibuku. Hingga tanpa sadar, kini setengah batang zakarku sudah masuk ke vaginanya. Kulihat ibu hanya memandangi kebawah tanpa berani menoleh kearahku.
Ah... mungin ibu juga menginginkannya. Aku lalu mau memajukan pinggulku agar semua batang penisku bisa masuk, tapi tiba-tiba..

“Pluug..” Penisku mengondol keluar dari vagina ibu.
Ibu mengangkat pinggulnya tiba-tiba hingga penisku keluar. Bercampur antara kaget dan keenakan, aku hanya terdiam.

“Udah ya sun.. Jangan keterusan..”
“Eh.. enggg.. Iya mak..” Ucapku sambil garuk-garuk kepala.

Ah tanggung sekali. Padahal aku hampir saja bisa melampiaskan nafsu untuk menyetubuhi ibuku yang kupendam selama ini. Kepala penisku rasanya sudah nyut-nyutan menahan birahi yang hampir tuntas tadi.

Tanpa berkata apa-apa, ibu mengambil dasternya lalu mengenakannya.

“Emak pulang dulu ya sun.” Ucap ibuku singkat sambil langsung berjalan pergi meninggalkanku.
“Eh.. Mak.. Mak...” Kupanggil ibuku tapi dia tidak menoleh dan terus berjalan.
Waduh. Kenapa ini? Apa emak marah? Tapi kan karena dia sendiri penisku jadi masuk ke vaginanya tadi. Bagaimana aku harus menghadapi saat bertemu emak nanti dirumah? Lalu... bagaimana dengan penisku yang sudah ereksi ini? Sudah tanggung sekali, Masa aku kocok biar keluar sendiri?

Setelah kejadian di ladang tersebut, beberapa hari ini ibu terasa seperti sedang menjaga jarak denganku. Kami hanya berbicara seadanya saja dan ibu biasanya tidak mau menatap wajahku saat berbicara. Bahkan kini ibu menolak untuk aku cumbui dan minta untuk menyusu. Alasannya dia sedanag capek atau apalah. Mungkin ibu marah denganku tapi aku tidak punya cukup keberanian juga untuk menanyakannya pada ibu.

Aku awalnya berpikiran bahwa ketika ibu sedang menghindariku seperti ini, dia tetap akan bercumbu dengan badar. Tapi sepertinya tidak. Pernah siang hari aku sengaja diam-diam pulang kerumah untuk mencoba mengintip lagi apa yang dilakukan ibu dan bang Badar. Tapi ternyata nasib abangku juga sama, ibu juga menolak saat bang badar mau menggerayanginya.

Ada lagi hal yang aneh. Akhir-akhir ini ibu entah kenapa jadi sering membeli mentimun. Dan pernah suatu pagi, saat ibu sudah bangun dari tidunya, aku menemukan sebuah mentimun dengan ukuran yang cukup besar di ranjang tempat ibu tidur. Saat aku pegang, mentimun itu sudah agak layu, mengkerut serta agak basah oleh sejenis lendir. Lendir yang wanginya sangat khas bagiku. Ini.. ini aroma yang sama seperti yang sering kucium dari vagina ibuku. Aroma kewanitaan yang sangat khas dan menggairahkan. Lalu kenapa mentimun ini bisa beraroma seperti itu? Apa ibu menggunakan mentimun ini untuk bermasturbasi?

******
Siang itu aku dan bang Badar pergi berladang bersama. Saat istirahat, kami duduk didalam gubuk sambil menunggu ibu membawakan makan siang.

“Sun... “ Tegur bang Badar sambil menghela asap rokok yang disedotnya.
“Iya bang?”

“Burung lu masih suka diurutin gak sama emak?” Ucap Abangkun tiba-tiba. Kata-katanya membuatku kaget dan tidak bisa menjawab.
“Eh.. Apaan bang?”

“Udah gak usah pura-pura sun. Gue tau semuanya kok. Emak udah cerita. Lu juga udah tau kan gue suka digituin juga sama emak?”
“Enggg.. Iyaa bang.” Jawabku ragu.

“Maap ya sun gue gak pernah ngasih tau lu. Karena emak yang larang. Tapi ya sekarang kan kita udah sama-sama tahu. Jadi ya sekarang kita terbuka aja.”
“Iya bang.”

“Eh tapi akhir-akhir ini emak selalu ngindar sama gue kalo mau gue gerayangin. Minta netek aja juga gak boleh sama emak. Lu digituin juga gak sun?”
“I..Iya bang, sama.. Emak gak mau diapa2in beberapa hari ini.”

“Kenapa ya? Lu tau gak?”
“Gak tahu bang.”

Aku tidak bisa bilang mungkin penyebab ini semua karena kejadian diladang itu. Penisku tidak sengaja sudah masuk ke kemaluan ibuku.

“Padahal gue kemari biar ada pelampiasan nafsu, bini gue males-malesan sun kalau diajak begituan. Eh sekarang emak malah begitu juga.”
“Bang badar gak niat pulang?”

“Ntar dah. Gue masih berantem sama bini gue. Eh iya sun...” kata kata abangku terhenti.
“Apaan bang?”

“Engg.. Lu udah pernah ngapain aja sun sama emak?”
Pertanyaan bang Badar membuat jantungku terasa dipukul.

“Jujur aja sun sama gue.” Lanjut abangku.
“Yaa.. gitu gitu aja bang.”

“Gitu aja gimana?”
“Ya dikocokin. Disedot.. Digesek-gesekin aja.”
“Sama lah ya sama gue. Elu gak pengen gituan apa sun sama emak?”
“Eh.. Maksud abang?”

“Ya begituaan” Jawab abangku sambil menunjukan kode dengan menjepit jempol diantara jari telunjuk dan jari tengahnya.

Aku tidak bisa menjawab pertanyaan abangku tersebut. Meski belum tuntas, tapi secara fisik aku sudah menyetubuhi ibu saat itu. Penisku sudah masuk ke liang senggama ibu. Dan jelas, hal ini tidak ada yang boleh mengetahuinya.

“Pengen gak sun?” Tanya abangku kembali.
“Eh.... eng iya bang pengen.”
“Gua juga pengen banget sun. Dari dulu malah. Gua udah sering banget liat emak sama bapak begituan didepan mata gue sendiri waktu dulu gue dipijitin burungnya. Eh sampe sekarang gak kesampean-kesampean. Paling banter Cuma gesek-gesek burung gue aja di memeknya emak.”
“Eng.. Iya bang.”

“Padahal mah ya sun, kalau dipikir-pikir, apa bedanya sih. Kita udah macem-macem sampe kayak gini sama emak. Tinggal kurang masukin burung kita ke anunya emak, tapi emak tetep aja gak mau.”
“Mungkin emak risih maa.. Kita kan anaknya sendiri. Masa kita masukin burung kita ke lobang tempat kita lahir dulu.”

“Ya iya sih sun.. Tapi apa bedanya kan sekarang? Kita udah ngelewatin batas hubungan antara ibu dan anak sejauh ini. Dan gue yakin, emak juga sebenernya pengen begituan sama kita.”
“Hah? Pengen gimana maksud bang Badar?”

“Ya iyalah sun. Kalo lu lagi main sama emak, pasti emak juga nikmatin juga kan sampe emak puas. Dan gue yakin emak pasti pengen ngerasain burung yang masuk ke lobangnya. Kan bapak udah lama banget pergi gak pulang-pulang. Apalagi emak tuh nafsunya sebenernya gede banget sun. Dulu kalau sama bapak, mereka bisa begituan sampe berkali-kali dalam semalem.”

“Bener bang?”
“Iya sun.. Gue kan liat sendiri. Sampe bapak tuh kadang kecapean ngimbangin emak. Dulu malah bapak pernah nyuruh gue buat begituan sama emak saking bapak udah capeknya, eh tapi emak gak mau.

Aku hanya bisa terbengong mendengar cerita itu semua.

“Sun.. Elu mau gak bantuin gue?” Tanya bang Badar memecah lamunanku.
“Bantuin apaan bang?”
“Bantuin gue biar bisa begituan sama emak?”
“Ah gila lu bang! Kan emak sendiri bilang udah gak mau kalau sampe bersetubuh sama kita. Lu mau ngapain emang?” Jawabku geram.

“Ya kita paksa aja. Badan kita kan gede-gede, masa gak bisa ngadepain emak yang Cuma sendiri.
“Bener sinting lu bang! Masa emak sendiri mau elu perkosa.” Bentakku dengan keras. Kutendang pacul yang ada didepanku sampai pegangan kayunya hampir mengenaik bang Badar. Lalu aku bangun dan pergi meninggalkan bang Badar.

“Awas lu bang kalau sampe berani macem-macem sama emak. Mending lu pulang sanah ke bini lu” Ucapku sambil menengokan kepala ke arah bang Badar. Bang badar hanya terdiam dan aku terus berjalan meninggalkan ladang.

Kalau boleh jujur, sebenarnya ide untuk memaksa ibu agar mau berhubungan intim denganku sudah sering terlintas dikepalaku. Hanya saja, ketika mendengarkan ide tadi keluar dari mulut bang Badar, rasanya aku jadi begitu marah. Aku tidak mau ibu diperlakukan seperti itu oleh bang Badar. Aku mau ibu hanya menjadi milikku seorang.

*******
Sore harinya setelah berjalan-jalan tanpa tujuan, aku kembali ke rumah. Dirumah hanya ketemui Ibu yang sedang menampi berash. Ku tanyakan pada ibu apakah Bang badar sudah pulang. Kata ibu tadi bang Badar sudah pulang kerumah, tapi dia pergi lagi, katanya mau menginap dirumah kawan masa kecilnya dulu. Baguslah. Aku memang sangat tidak ingin bertemu dengan bang Badar sekarang. Aku langsung masuk kerumah untuk mandi, semoga juga emosiku terhadap bang Badar bisa ikut reda setelah diguyur air dingin nanti.

Saat keluar dari kamar mandi, kulihat ibuku sedang mencuci baju. Tempat mencuci kami memang tepat berada didepan kamar mandi. Aku langsung terhenyak melihat ibu yang hanya mengenakan kain batik yang dililitkan menutupi dari dada sampai ke lututnya. Apalagi kondisi ku yang juga hanya mengenakan handuk menutupi bawah perut sampai ke lutut. Birahiku langsung naik. Penis ku langsung menjadi tegak hingga berjendol sangat jelas dibalik handuk yang aku kenakan.

Posisi ibu memunggungiku. Aku lalu berjalan mendekatinya. Ketika tepat berada dibelakangnya, aku hanya berdiri. Memperhatikan pundak dan belahan payudara ibuku yang sedang berjongkok.

“Udah selesai mandi sun? Tanya ibu. Sepertinya dia menyadarai keberadaanku.
“Eh iya mak.. Mak lagi nyuci? Mau basun bantuin gak?
“Gak usah sun, kamu kan baru mandi, nanti kotor lagi. Ya udah kamu masuk sanah, tuh emak udah masakin ikan asin sama sayur asem buat makan siang.”

“Basun mau disini dulu mak, nemenin emak nyuci.
Aku lalu membungkukan badanku dan menyentuh pundak ibuk dengan kedua belah tanganku. Lalu aku melakukan gerakan memijat-mijat dengan lembut. Lebih tepat mengusap-ngusap mungkin.

“Emak lagi capek sun.” Ucap ibuku sambil menepis tanganku dibahunya.
“Ah emak.. Daridulu alesannya capek melulu. Basun udah gak tahan nih. Masa basun coli sendirian melulu.” Rengek ku.
“Udah ah sun. Emak mau nyuci. Kamu makan sanah.” Jawab ibuku agak membentak.

Aku langsung kesal mendengar jawaban ibu yang ketus seperti itu. Langsung saja aku masuk kedalam rumah. Untuk berganti pakaian dan langsung tidur-tiduran di bale bambu diruang tengah karena aku yakin dikondisi seperti ini, ibu pasti tidak mengizinkanku untuk tidur bersamanya.

*******
Tak terasa aku jadi tertidur pulas. Tengah malam aku terbangun karena ingin buang air kecil. Aku berjalan ke arah kamar mandi dibelakang rumah. Namun langkahku berhenti saat melewati kamar ibu karena mendengar suara berisik, seperti suara orang yang merintih-rintih. Akupun segera mengambil posisi dibalik pintu dan berusaha mengintip kedalam. Kamar ini memang terlihat gelap, tapi beruntunglah ada cahaya yang masuk dari lampu diluar sehingga aku tetap bisa melihat keseluruhan kondisi kamar.

Disana kulihat ibu sedang terbaring diranjangnya. Tapi sepertinya ibu belum tertidur. Tubuhnya tertutupi dengan kain batik yang tadi dipakainya saat mencuci, tapi kain itu sudah dilebarkannya hingga menjadi seperti selimut. Tubuh ibu telihat resah seperti sedang menahan sesuatu. Badannya bergerak ke kanan kiri dan kakinya bergerak naik turun tak karuan. Aku bisa melihat pundak dan wajah ibu mengkilat karena pantulan sinar lampu yang menyinari keringatnya.

Kemudian tangan kanan ibu seperti berusaha untuk menggapai sesuatu didalam plastik kresek hitam yang ada meja kecil disamping ranjang. Dan ternyata apa yang diambilnya? Mentimun! Mentimun yang hijau dan besar, ukurannya lebih besar dari penisku saat sedang ereksi. Lalu dengan perlahan, ibu menarik keatas kain batiknya. Ternyata ibu tidak memakai celana dalam. Aku bisa melihat vagina ibu yang berkilau karena sudah sangat basah.

Perlahan mentimun yang ada digenggaman ibu diarahkan ke liang vaginanya sendiri. Wajah ibu mengernyit, seperti menahan antara rasa sakit dan kenikmatan. Ibu mulai menekannya lebih kuat hingga kinu ujung mentimun tersubut sudah masuk kedalam vagina ibu. Perlahan, lambat tapi pasti kini setengah mentimun tersebut sudah amblas masuk. Kemudian ibu melakukan gerakan memutar dan memaju mundurkan mentimun tersebut. Aku bisa mendengar suara helaan nafas ibuku yang menjadi sangat berat disertai dengan sedikit rintihan keenakan. Ya Tuhan.. ternyata selama ini ibuku bermasturbasi dengan mentimun.. Kenapa aku baru menyadarinya..

Tanpa menyadari bahwa perbuatan memuaskan birahinya sedang dilihat oleh anaknya sendiri, ibuku terus “bermain-main” dengan mentimun tersebut. Gerakan ibuku sudah tidakm karuan hingga kain yang tadi menutupi badannya sudah jatuh ke lantai dan kini dirinya sudah telanjang tanpa tertutup apapun.

Sesekali ibu meremas-remas payudaranya sendiri, memelintir ujung puting susunya dengan jari, lalu menjilat dan menggigit puting susunya sendiri. Payudara ibu memang cukup besar hingga dia bisa menghisap putingnya sendiri seperti itu. Dan mentimun itu, kini hanya tinggal ujungnya saja yang belum masuk ke vagina ibu. Kelakuan ibu sangat liar, aku tidak menyangka ibu bisa melakukan hal seperti ini.

Melihat pemandangan tersebut, nafsuku langsung naik ke ubun-ubun. Awalnya aku sudah menurunkan celana kolorku dan berniat onani sambil melihat ibuku, tapi aku terpikirkan sesuatu yang lebih menarik. Perlahan aku merangkak mengendap-endap masuk kekamar ibu. Aku bersembunyi disamping ranjang. Sepertinya ibu sedang keenakan dan tidak menyadari keberadaanku. Aku bisa semakin jelas mendengar racaun ibu yang sedang menahan nikmat. Aku mencoba mengintip dengan sedikit berlutut. Kulihat mata ibu terpejam sambil menggigit bibirnya sendiri.

Ini saat yang tepat. Aku langsung berdiri dan kemudian dengan cepat langsung melompat keatas ibuku yang sedang berbaring dan menindih sambil memeluknya dengan erat. Bibirku langsung melumat bibir ibuku dan memain-mainkan lidahku didalam mulut ibu. Tanganku dengan ganas meremas payudara ibuku.

Ibuku yang tadi sedang memacu birahinya sendiri sepertinya baru menyadari kondisinya. Dia membuka matanya dan terbelalak ketika menatapku. Dia berusaha untuk melepaskan bibirku tapi aku semakin kuat melumat bibirnya. Kedua tanganku berusaha menahan tangan ibu yang mencoba mendorong tubuhku. Ibu bergerak berontak ke kanan dan kekiri. Tapi tenaga dan tubuhku yang lebih besar bisa menahannya.

“Hummpff.. Hummpf..” Ibuku mencoba berteriak tapi tertahan oleh mulutku yang menutupi mulutnya.

Aku menggesek-gesakan penisku yang sudah tegak ke perut ibu. Setelah beberapa saat sepertinya ibu agak lelah, perlawanannya jadi sedikit melemah. Langsung kepeluk erat tubuh ibuku, lalu tanganku menjamah daerah kemaluan ibuku lalu mengorek-ngorek lian vaginanya, berusaha mengeluarkan mentimun tadi yang masih bercokol disana.

Kulepaskan pagutan bibirku lalu dengan perlahan aku berbisik,
“Kalau pengen jangan pakai beginian mak, kan ada punya basun.”
“Sun... Lepasin emak sun..”

“Emak lagi sange kan? Pengen begituan kan? Basun juga pengen banget mak..”
“Jangan sun.. Jangan... Ini emakmu.... Aaaaaaah...”

Aku memasukan jari-jariku lebih dalam kedalam liang vagina ibu. Kuubek-ubek sampai kini tanganku sudah basah dengan cairan lengket nan pekat yang keluar dari vagina ibu.
“Pluup...”

Akhirnya mentimun itu berhasil aku congkel keluar dari vagina ibu, Mentimun itu sudah basah kuyup dengan cairan ibu dan jatuh kelantai. Tubuh ibuku menggelinjang, sepertinya karena mentimun tadi keluar, dia sudah mencapai puncak nikmatnya.

“Nah mentimunnya udah ma.. Sekarang giliran basun ya”
“Sun.. Jangan sun! Jangan!” Teriak ibuku.

Aku langsung mencumbui bibir ibuku kembali agar dia berhenti berteriak dan kuarahkan batang zakarku ke liang peranakan ibu. Ibuku berusaha melawan dengan merapatkan kedua pahanya. Dengan kasar, kutarik paha ibuku agar terbuka lalu langsung kusodokkan penisku kesana. Vagina ibuku yang sudah sangat basah dan licin membuat penisku meleset dan tidak berhasil masuk. Akhirnya aku buka bibir vagina ibuku dengan tanganku dan coba kumasukan kembali penisku, dan...

“Bleesss...”
Seluruh batang penisku langsung ambles masuk ke vagina ibu. Mungkin ini karena vagina ibu sudah sangat basah dan licin, ditambah sudah longgar terbuka karena dimasukkan mentimun tadi. Tubuh ibuku kembali menggelinjang. Sepertinya dia langsung mencapai orgasme karena batang zakarku yang tiba-tiba langsung masuk seluruhnya tadi.

“Gimana mak? Enak kan?”
“Sun...Argh.. Sun.. Jangan sun.. Jangan perkosa emak.. Arghh..” Jawab ibuku dengan nafasnya yang masih memburu.
“Basun bakal puasin emak.. Emak gak perlu pake mentimun lagi.”

Kemudian aku langsung menyedot puting payudara ibuku. Susu ibuku mengalir membasahi tenggorokanku yang kering. Ah sudah lama sekali aku tidak menyedot susu ibuku. Rasanya begitu gurih dan nikmat. Membuat birahuiku semakin naik.

“Mak.. Basun kangen banget netek sama emak.” Ucapku sambil langsung meneruskan menyedot payudara ibuku.
Ibuku tidak berkata apa-apa. Dia hanya menyeringai seperti sedang menahan kenikmatan. Kulihat matanya berkaca-kaca.

Dibawah, batang zakarku terus memompa vagina ibu. Ku maju mundurkan dengan cepat, sesekali rasanya kepala penisku terasa mentok dan menyentuh ujung rahim ibuku. Kupacu terus penisku dengan cepat, nafsuku sudah diujung. Aku ingin segara mencapai puncak kenikmatan didalam vagina ibu yang hangat ini.

Suasanya kamar menjadi begitu panas. Tubuh kami berdua sudah basah dengan keringat. Kujilati keringat yang menetes dari dagu ibuku dan terus ke bagian dadanya. Lalu kujilati juga ketiak ibuku yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Tercium bau sedikit masam, tapi ini malah semakin membuatku bernafsu.

Perlahan kurasakan ibu seperti menggoyang-goyangkan pinggulnya, membuat penisku didalam vagina jadi semakin nikmat. Ditambah dengan gerakan dinding vagina ibuku yang mengempot-empot penisku. Mungkin ini yang disebut-sebut orang empot ayam. Kupercepat ritme sodokan penisku. Kurasakan kantong zakarku berkedut-kedut. Kudorong penisku sedalam-dalamnya ke dalam liang peranakan ibuku dan...

“Crot.. Crot.. Crot.. Crot..”

Air maniku tumpah sangat banyak, maklum sudah beberapa hari nafsuku tertahan. Karena sodokan penisku yang sangat dalam tadi, aku yakin air maniku sampai ke rahim ibuku. Aku masih memajukan penisku yang mulai agar loyo dengan perlahan agar air maniku tuntas keluar semua. Kurasakan air maniku yang baruan tadi membasahai penisku sendiri hingga terasa hangat.

“Aah.. Enak bener mak.. Basun puas banget.”
“Sun.. Kamu kenapa ngencrit didalam memek emak sun? Emak bisa hamil sama kamu.”
“Maap mak.. Basun udah gak tahan. Udah diujung.”

Aku berusaha menarik keluar penisku dari vagina ibu, lalu tiba-tiba saja ibu menahan pantatku.
“Suun.. masih bisa disodok-sodokin lagi sebentar gak burungmu? Emak dikit lagi sampe sun.”
“I..Iya mak.. Bisa..”

Kusodokan kembali penisku dan sekuat tenaga kugerakan maju mundur. Karena baru saja ejakulasi sangat banyak tadi, penisku jadi tidak bisa tegang sepenuhnya tapi masih bisa ereksi walau tidak terlalu keras. Kesodok terus vagina ibuku sambil mulutku menyedot payudara ibu dan memainkan putingnya yang satu lagi dengan jariku.

Ibuku lalu memeluk tubuhku dengan sangat erat. Badannya bergetar dan..
“cur..cur..” Penisku terasa seperti disiram cairan hangat didalam vagina ibuku. Ibu memaju mundurkan pinggulnya agar penisku bisa masuk lebih dalam.
“Aahhh.. emak udah sampe sun.. Enak sun..”

Perlahan ibu melepaskan pelukannya. Penisku yang sudah layu akhirnya dengan sendirinya mencelat keluar dari vagina ibu. Kulihat setelah penisku keluar, cairan spermaku juga ikut menetes keluar. Lumayan banyak hingga menetes dan berceceran diseprai kasur. Ibuku lalu mengambi kainnya yang tercecer tadi dan mengelap vaginanya. Ibu kemudian langsung berdiri dan menutupi tubunya dari dada sampai paha dengan kain tersebut.

“Kamu udah puas kan sun?” Udah sekarang kamu tidur sana diluar.Jangan diulangin ya sun” Ucap ibuku dengan muka agak kesal.
“Kamu udah perkosa emak kamu sendiri. Emak bisa hamil, apa kata orang kalau tahu.” Lanjut ibuku sambil berlalu kearah kamar mandi.

Aku masih terbengong-bengong. Emak sepertinya masih marah padaku, tapi bukankah tadi dia juga menikmatinya dan malah menyuruhku meneruskan menyetubuhinya setelah aku ejakulasi?

Ah sudahlah.. Yang penting nafsuku sudah tuntas. Aku berhasil berhubungan badan selayaknya suami istri dengan ibuku sendiri sampai tuntas, bahkan keluar didalam vaginanya. Aku yakin setelah ini akan ada kembali jalan untuk menyetubuhi ibuku. Mungkin aku perlu membeli kondom agar ibuku tidak hamil, bisa gawat bila ibu hamil sedangan bapakku tidak ada. Aku kemudian kembali ke ruang tengah dan membaringkan tubuhku yang sudah lelah dibale bambu.

Pergumulan dengan ibu tadi sungguh dahsyat, penisku jadi sedikit kembali ereksi saat membayangkan apa yang baru saja terjadi. Tapi mataku sudah sangat berat. Lebih baik aku segera tidur, menyimpan tenagaku untuk kembali memacu birahi dengan ibuku sendiri di kemudian hari.
Previous Post
Next Post